Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat

Antara Pemimpin Boneka, Berkuasa, dan Panutan

Diperbarui: 30 Agustus 2020   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Supartono JW

Apakah kerusuhan di Polsek Ciracas, pada Sabtu dini hari (29/8/2020) apakah benar karena dilakukan oleh sesama aparat atau kerusuhan ini ternyata juga sebagai pengalihan isu di NKRI karena negeri ini semakin "sumpek" dengan permainan partai politik yang berkuasa dan elite partai yang menguasai parlemen dan pemerintahan yang juga diduga dikendalikan oleh para cukong?

Di tengah pandemi Covid-19 yang terus menggerus Indonesia, yang banyak disebut berbagai pihak baik dari dalam negeri maupun manca negara karena ada dua kesalahan, pertama karena "mencla-mencle, tak tegas, dan ada permainan" pemerintah dan kedua karena kesadaran masyarakat yang semakin kurang atau malah masyarakat memang sengaja abai karena kecewa kepada pemerintah, terus menggelinding bak bola salju yang akibatnya corona memang sulit terkendali di Indonesia, sehingga Indonesia juga semakin diambang jurang resesi seperti negara lain, ternyata tak menyurutkan para pemimpin partai dan elite politiknya terus rajin "berseteru".

Perseteruan pun terus saling didukung oleh pendukungnya, yang bisa jadi terdiri atas influencer, buzzer, media massa, hingga lembaga survei yang memang digerakkan oleh kekuatan "besar", dan rakyat yang tak paham dan tak tahu permainan sandiwara hebat ini, hanya terombang-ambing di tengah ombak yang riak dan gelombangnya sengaja diciptakan dan sangat rawan lahirkan disintegrasi bangsa karena menghalalkan segala intrik hingga menyentuh sudut-sudut sensitif.

Terlebih, jelang Pilkada 2020, sebuah partai pun ingin menguasai Indonesia dengan menempatkan wakilnya sebagai pemimpin daerah di seluruh Indonesia.

Sayangnya, atas semua kondisi yang saya sebut memprihatinkan dan terus terjadi, pemimpin negeri yang diharapkan mampu menjadi "Semar" ternyata hingga saat ini, malah masih jauh dari harapan.

Sejatinya, rakyat sangat berharap agar Presiden Jokowi dapat menjadi "Semar" agar negeri ini dapat kembali "tenang". Sebab, kata ketua umum partai yang mengusung Jokowi hingga menjadi Presiden, Bapak Jokowi dapat duduk di kursi Presiden karena dipilih langsung oleh rakyat. Namun, sayangnya, hingga kini juga masih banyak rakyat yang ragu akan hal itu, sebab adanya sandiwara tentang cukong yang telah mengatur semua itu.

Bahkan, saya kutip dari genpi.co, Minggu (30/8/2020) Profesor Salim Said menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak punya kuasa. Presiden Jokowi disebut-sebut sebagai pemimpin boneka. Kebijakan yang diambil pun di bawah kendali para oligarki pengusungnya.  Kekuasaannya hanya pada tanda tangan. Tanpa tanda tangan Jokowi, program apa pun tidak bisa jalan. 

Bila sampai Profesor Salim Said menilai demikian, bagaimana rakyat dapat berharap agar negeri ini dapat kembali tenang dan Pak Jokowi dapat berperan sebagai Semar, sebab hanya menjadi pemimpin boneka?

Meski demikian, ekonom Rizal Ramli (Mantan menteri koordinator kemaritiman) berbeda pendapat dengan profesor Salim Said. Rizal justru menilai Jokowi berkuasa, bukan pemimpin boneka. 

Alasannya adalah dilihat dari takluknya semua parpol kepadanya. Jokowi bahkan bisa menekan para ketua umum partai dan partai-partai itu takut kepada Jokowi karena dia punya kekuatan. Punya legal power untuk bikin susah orang, tangkap orang dan sebagainya, ungkap Rizal dalam kanal Hersubeno di YouTube.

Lebih dari itu, Jokowi bisa menekan ketum partai untuk me-recall anggota yang mengkritisi kebijakannya. Karena Jokowi tahu parpol-parpol ini sarat kepentingan, parpol interest-nya pragmatis, bisnis, supaya tidak diperiksa (KPK), kekuasaan jadi Jokowi tidak mengalami kesulitan mengatur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline