Corona memang wabah dan musibah, namun di baliknya tersembunyi hikmah dan berkah.
(Supartono JW.24052020)
Untuk pertama kalinya, sejarah dunia mencatatkan, Hari Raya Umat Muslim, Lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah dalam situasi wabah dan musibah pandemi corona.
Hingga hari kemenangan tiba, setelah umat muslim melewati ibadah Ramadan di tengah pandemi, namun tercatat, betapa banyak kisah di negeri ini yang tak patut ditiru dan diteladani.
Tengoklah betapa bertebaran kebijakan pemimpin negeri ini, yang ujungnya terkesan hanya mementingkan diri sendiri, tak peduli jerit dan derita rakyat, sebab semua dilakukan dengan seenak hati, pura-pura atau memang benar buta dan tuli, karena terus mencipta kontroversi dan kontradiksi.
Akibatnya, berserakan deskripsi laku langkah masyarakat yang tak cerdas intelegensi dan personaliti, hingga mendampak pada sikap antipati, skeptis, mudah marah dan emosi, tak mampu mengendalikan diri.
Apakah sikap dan perilaku rakyat yang demikian, salah? Bila ya, siapa yang membuat rakyat menjadi demikian? Memang, sangat disayangkan, di tengah pandemi corona, pemerintahan di bawah kendali Presiden Jokowi, bukan mengambil momentum untuk unjuk gigi, mencipta prestasi untuk rakyat dan bangsa ini, terutama yang sangat merindukan keadilan dan kesejahteraan dan membuat rakyat bangga, hormat, dan segan.
Sebaliknya, Jokowi dan pemerintahannya hanya unjuk kedigdayaan dan arogansi kekuasaan, tak memihak wong cilik, dan membekap kebebasan demokrasi hasil reformasi, kembali jauh ke masa silam, masa penjajahan.
Sulit rasanya sekarang menyembuhkan luka hati rakyat dengan semudah membalik telapak tangan. Sebab, rakyat terlanjur terluka teramat dalam. Tak ada yang berpikir bahwa Presiden yang berhasil duduk di singgasana hasil dari pilihan rakyat "yang memilih" ini, akan mendapat hadiah menjelang hari kemenangan dengan diksi dari para netizen "turunkan Jokowi".
Semua itu, bukan terlahir begitu saja, namun akibat dari berbagai peristiwa, terutama di saat pandemi corona, sebab Jokowi dan pemerintahannya abai dari "suara rakyat".
Bahkan, yang di luar dugaan, melihat beberapa sosok menteri, staf khusus, staf ahli dll, dari pemerintahan Jokowi baik secara langsung atau saat tersorot kamera televisi, rakyat sudah antipati. Hal ini, menurut catatan saya, baru terjadi dalam sejarah pemerintahan Indonesia.