Kecerdasan intelegensi dan personaliti, mengantar berpikir jernih dan membawa hidup yang berwarna menjadi sederhana, karena mampu mengendalikannya.
(Supartono JW.19052020)
Idul Fitri 1441 Hijriyah tinggal 4 hari. Kini di Ramadan Tak Biasa di hari ke-26, kita dapat melihat rupa-rupa kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik dalam berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia.
Ibadah Ramadan di tengah pandemi corona, telah memunculkan dan menciptakan masyarakat Indonesia yang antipati, skeptis, egois, dan sejenisnya, karena yang memimpin negeri ini, tak dapat meneladani dan sibuk dengan kepentingannya sendiri, memperkuat kedudukan sendiri dengan berbagai produknya bersama elite-bisnis, pun ada yang berpikir, mereka terindikasi menjarah sumber daya alam nusantara.
Lebih dari itu, bahkan tak henti menciderai dan menambah sengsara rakyat dengan kebijakannya. Masyarakat tetap padati pasar Akibatnya, masyarakat yang kalkulasinya masih lebih banyak tak cerdas intelgensi dan personaliti (emosi), belum terdidik, menjadi persoalan sendiri dalam penanganan pandemi corona sekaligus dalam pelaksanaan ibadah ramadan.
Celakanya, dengan kalkulasi golongan masyarakat Indonesia yang seperti demikian, masyarakat pun terlanjur terkontaminasi dan tidak siap menghadapi pola dan gaya hidup zaman sekarang yang lebih mengutamakan gaya hidup mewah dan gengsi, dibanding kebutuhan hidup dan jaga kesehatan dan nyawa di tengah pandemi corona.
Masyarakat kini sudah tertular gaya hedonisme (pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup), sehingga mengagap menampilkan gaya hidup menjadi hal istimewa dan ada kebanggaan tersendiri untuk menunjukan kepada orang lain.
Faktnya, hari Senin (18/5/2020) berbagai media menayangkan betapa riuhnya pasar-pasar baik tradisional maupun modern, seperti Pasar Tanah Abang Jakarta, pasar tradisional dan modern di Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, dan hampir di setiap kota/kabupaten di Indonesia yang penuh sesak oleh masyarakat baik penjual maupun pembeli, tak hirau meski sedang dalam situasi pandemi corona dan berlakunya PSBB.
Ironisnya, banyak dari masyarakat yang belanja dan abaikan protokol kesehatan adalah dari golongan yang baru mendapat BLT, ada yang mendapat bantuan salah sasaran, serta masyarakat umum yang memang tak hidup kekurangan, yang baru menerima gajian atau THR.
Kejadian ini, memang benar-benar membuat kita mengelus dada. Dalam situasi seperti sekarang, masyarakat masih lebih memaksakan diri untuk datang ke pasar dan mall berdesakan membelanjakan uangnya demi gaya hidup menyambut lebaran, dengan tetap tradisi membeli baju baru dll.
Inilah masalahnya, betapa masih rendahnya cara berpikir masyarakat yang masih memaksakan diri dan membela-bela hanya demi tradisi dan gaya di depan masyarakat lain. Jauh dari pemikirian prihatin dengan kondisi dan hidup sederhana di tengah corona.