Kini, rakyat Indonesia semakin terbuka mata, bahwa kehadiran pandemi corona di Indonesia, memang sepertinya tidak menjadi prioritas bagi pemerintah untuk menangani, sebab, pemerintah malah semakin nampak pembelaannya dalam hal ekonomi, terbukti dengan manuver-manuvernya.
Berdasarkan kutipan Jurnal Melbourne Asia Review (MAR) yang dirilis Jumat (15/5/2020), penanganan Covid 19 di Indonesia, adalah yang terburuk di Asia. Indikasinya, dari angka kematian 7 persen, sementara negara lainnya antara 0-3 persen.
Memang bila hanya dilihat dari indikasi jumlah kematian, rasanya kurang fair, karena jumlah penduduk Indonesia di antara negara Asia Tenggara, adalah terbanyak.
Namun, bila dilihat dari alasan berikut, lumayan logis dan masuk akal. Dalam jurnal tersebut juga diungkap bahwa selain karena lambatnya pemerintahan Jokowi dalam merespon dan kurangnya pemikiran strategis meski telah dikritisi dan diprotes berbagai pihak, serta keengganan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakat.
Sementara Jokowi bersama elite-bisnis malah memanfaatkan situasi krisis pendemi corona sebagai kesempatan untuk mengeluarkan banyak Undang-Undang (UU) kontroversial yang lebih banyak memberi banyak ruang kepada negara dan membuka jalan bagi penjarahan sumber daya negara.
Selain mendapat predikat terburuk dalam penanganan, lambat merespon, tidak tegas, enggan memberikan bantuan sosial kepada rakyat, dan malah menggunakan kesempatan krisis pandemi corona untuk mengeluarkan UU Kontroversial, menekan rakyat dengan kenaikan iuran BPJS, serta membuka jalan bagi penjarahan sumber daya alam Indonesia, kini ada lagi produk kebijakan di sela-sela Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sangat setengah hati, mencla-mencle, dan sangat longgar, yaitu dengan narasi new normal atau tatanan hidup baru Indonesia di tengah corona. Itulah manuver yang terus di lancarkan, tak peduli rakyat semakin bingung dan tak habis pikir dengan jalan pikiran Kabinet Indonesia Maju pimpinan Jokowi ini.
Tak pelak, pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai pemerintah seperti ingin lepas tanggung jawab melindungi masyarakat dari Covid-19 dengan menyampaikan narasi new normal atau tatanan hidup baru. Ubedilah berpendapat belum waktunya dan akan berbahaya jika new normal diberlakukan. "Itu sama saja pemerintah membuka sebuah lapangan untuk bunuh diri massal," kata Ubedilah ketika dihubungi, awak media, Senin, (18/5/2020).
Narasi membikin new normal, adalah rencana yang sangat gegabah. Tidak semudah membalik telapak tangan seperti pemerintah kini hobi memproduksi UU kontroversial, karena tidak ada yang bisa mencegah dan mengawasi.
New normal pun perlu ada riset yang memadai untuk memutuskan pemberlakuannya. Bila riset dilakukan sekarang pun belum utuh. Apalagi, gelombang kedua Covid-19 belum terjadi.
Menjalankan PSBB dengan benar saja setengah hati, sampai petugas medis mengelurakan #IndonesiaTerserah. Coba kita lihat bagaiamana pelaksanaan PSBB dari perubahan pola hidup, berekonomi, berinteraksi, pola hidup di rumah, pola kerja, belajar, kebiasaan hidup bersih, menggunakan masker, dan sebagainya.
Pola ini nampak jelas dan dipatuhi oleh kalangan masyarakat dengan latar belakang pendidikan tinggi. Sementara, pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah dengan penghasilan rendah, PSBB juga diabaikan. Bagaimana mau membuat program dan pola new normal?