Mengendalikan diri itu, tidak berkata dan berbuat yang salah. (Supartono JW.08052020)
Ramadan Tak Biasa (RTB) akibat pandemi corona khususnya bagi umat muslim dan umumnya bagi masyarakat Indonesia memang benar-benar penuh ujian.
Bila selama ini, ibadah Ramadan dalam kondisi normal saja sudah ujian, maka dalam situasi pandemi, selain ibadah Ramadan harus menahan lapar dan haus, menahan hawa nafsu, dan memperbanyak ibadah dalam satu bulan yang fasenya dibagi tiga, yaitu 10 hari pertama rahmat, 10 hari kedua maghfirah-ampunan, dan 10 hari ketiga dijauhkan dari api neraka, maka dalam Ramadan kali ini, ujian terbanyak yang bisa jadi paling berat untuk dikendalikan adalah menahan hawa nafsu.
Corona menjadi ajang konflik
Di hari ke-15 bulan penuh kemenangan ini, nyatanya masyarakat Indonesia, khusunya umat muslim memang terus diuji kesabaran dan keikhlasannya.
Bagaimana tidak, sejak corona hadir di dunia, pemerintah Indonesia yang terkesan santai-santai saja, akhirnya menjadi memicu perdebatan yang membikin masyarakat dan berbagai kalangan menjadi gerah.
Corona tak pelak menjadi penyebab dan ajang konflik baru di Indonesia. Di antaranya, segala komentar, kritik, masukan, saran, perdebatan, pertentangan, perundungan, sumpah serapah, hoaks, ancaman terhadap penghina, konflik horisontal dan vertikal, hingga fitnah, menjadi orkestra yang mengiringi penyebaran pandemi corona.
Bahkan masih banyak yang yakin corona bukan alami, namun hasil dari rekayasa dan konspirasi. Di ibadah Ramadan ini, atas kondisi yang ada, pemerintah nyatanya memang jadi pemicu awal konflik, menyulut hawa nafsu, karena berbagai sikap dan kebijakan yang dianggap tak berpihak kepada rakyat, akibatkan rakyat terus sulit menghindar dari puasa tidak bicara, tidak komentar, tidak mengkritik, tidak mendebat, tidak mengeluh, tidak menuduh.
Sikap tak tegas dan kesan lambat mengambil keputusan, serta kebijakan yang berubah-ubah, akhirnya membikin masyarakat yang kian terpuruk, kelaparan, tak ada pemasukan, tak ada pekerjaan, menjadi sangat mudah marah, resah, sensitif, dan mudah terpengaruh, hingga terbiasa mengumpat, menuduh, marah, hingga saling memfitnah.
Coba kita tengok kasus pada hari Kamis, (7/5/2020), Ramadan ke-14, ada kisah tentang pembukaan kembali semua moda transportasi di Indonesia. Apa komentar dan respon masyarakat? Berbagai pihak pun langsung ada yang berpikir, bahwa pembukaan moda transportasi di tengah PSBB dan larangan mudik hanyalah pesanan dari pihak tertentu untuk kepentingan, kemudahan, dan keuntungan "mereka".
Pesanan siapa kah gerangan, hingga menteri yang baru sembuh dari Covid 19 langsung beraksi dan unjuk gigi? Di tengah masih menjadi kemelutnya penerapan peraturan larangan mudik di lapangan, di mana rakyat yang menjadi sasaran oleh para petugas kepolisian dan tim gabungan, tetap yang menjadi sasaran korban.