"Hari ini aku ulang tahun, lho!" Rasanya, ucapan seperti itu akan jarang ditemui di masyarakat kita, meski teman dan kerabatnya sampai lupa hari bahagianya itu. Tapi, dalam hati seseorang, akan bergumam seperti itu, andai rekan ada kerabatnya, benar-benar sampai lupa hari kelahirannya, meski selalu ingat hari bahagia rekan dan kerabatnya. Apakah Anda pernah mengalami hal seperti itu?
Kini, akibat pandemi corona, perayaan hari ulang tahun (HUT) semua tak dapat dirayakan seperti tradisi dan budaya seperti waktu normal.
Pandemi corona dengan berbagai model pencegahan, antisipasi, dan penanganan Covid 19 (PAPC19) di berbagai negara, tak terkecuali juga menghentikan tradisi/budaya perayaan HUT, baik ulang tahun seseorang, ulang tahun organisasi, hingga ulang tahun berdirinya kota atau negara. Khususnya untuk ulang tahun seseorang.
Khususnya untuk hari ulang tahun (HUT) seseorang, dalam kondisi normal, sebelum dunia maya berkembang pesat, bila di luar negeri akan menjadi berkah untuk yang merayakan HUT. Namun, berbeda dengan perayaan HUT di Indonesia.
HUT di +62
Seseorang yang ulang tahun di Indonesia bagi yang sudah terbudaya saling merayakan, akan terkena kesulitan.
Ketika seharusnya yang berulang tahun merasa bahagia dengan pencapaian sebelumnya dan termotivasi buat pencapaian lebih tinggi di usia yang baru, saat HUT justru dapat tekanan bertubi-tubi.
Beberapa tradisi dan budaya HUT yang biasanya malah membikin sulit adalah adanya kebiasaan untuk menagih traktiran pada kawan yang ulang tahun. Seolah siapa yang HUT, maka dia yang berbahagia harus mentraktir.
Sehingga, bila seseorang sudah terjebak pada tradisi dan budaya HUT yang dirayakan di lingkungannya, baik di keluarga, sekolah, kampus, atau tempat kerja hingga tempat perkumpulannya, maka bila saatnya HUT tiba, maka akan dibuatnya pusing.
Terlebih, biasanya seseorang yang di posisi demikian, di antara mereka pasti sudah saling hafal tanggal HUTnya. Maka, saat HUT tiba, akan sulit bagi seseorang untuk menghindar dari tradisi dan budaya yang sudah kental di antara mereka.
Sering kali pula, seseorang harus menabung atau bahkan sampai berhutang demi untuk perayaan HUTnya. Begitu pun bila budaya ini terjadi pada anak-anak, maka orangtua yang harus bertanggungjawab menyiapkan tradisi HUT anaknya.