Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat

Ingat Tetuko Mandas Kreari, di Benua Eropa Negara Atur Nama Anak

Diperbarui: 28 April 2020   00:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: doc. Supartono JW

IngatHari ini Tetuko Mandas Kreari (Uko), anak kedua saya, tepat berusia 17 tahun (28/4/2003-28/4/2020). 

Mengingat nama Uko, saya jadi teringat peristiwa saat masih aktif berbagi ilmu di depan siswa. Sebab, ternyata banyak siswa yang tak tahu arti namanya, padahal di benua Eropa saja, beberapa negara membuat aturan menyoal pemberian nama kepada anak. 

Sementara di negara kita, jangankan masyarakat memperhatikan, pemerintah saja  belum pernah ada pemikiran untuk membuat aturan pemberian nama anak. 

Sementara dalam agama Islam, pemberian nama sangat penting, seperti dalam hadist berikut: "Sesungguhnya, pada hari kiamat nanti, kalian akan dipanggil dengan nama-nama kamu dan nama ayah-ayah kamu; maka buatlah nama yang baik bagi diri kamu." (H.R. Abu Dawud). 

Banyak anak tak tahu arti namanya 

Mengingat bagaimana saya memikirkan dan akhirnya memberi pilihan nama untuk Uko, saya cukup prihatin, sebab siswa-siswa saya yang memiliki nama begitu bagus dan indah, mustahil saat orang tuanya memilih nama tersebut, asal-asalan. Pasti adamaksudnya, sayangnya hingga anaknya beranjak dewasa, masih belum pernah tahu apa arti namanya. 

Hal ini saya ketahui, setiap awal tahun pelajaran baru, pasti saya dihadapkan pada siswa baru. Tentu, demi menjalin keakraban dan lebih cepat mengenal siswa, saya selalu mengawali kegiatan belajar mulai dengan mengabsen siswa, memanggil nama. Saat memanggil nama tersebut, sering dengan teknik tidak urut nomor absen, pun bila nama yang saya sebut terdiri dari dua kata atau lebih, maka saya sengaja menyebut nama di kata kedua/ketiga/keempat dst. Misal, nama siswa Diah Ayuning Laras Kusuma. 

Saat mengabsen, saya panggil nama Kusuma. Lucunya, nama Kusuma yang saya panggil tidak ada yang menyahut/menjawab. Beberapa kali kata tersebut saya panggil, ternyata, siswa bersangkutan tidak ada yang bereaksi. Baru kemudian, ketika saya bilang, "masa tidak ada yang punya nama itu?" Dan saya sebut nama secara lengkap dari kata pertama sampai kata akhir, baru ada yang tunjuk jari. "Saya pak." Siswa tersebut saya tanya, mengapa saat saya panggil Kusuma tadi tidak tunjuk jari/mengaku? Siswa tersebut menyatakan bahwa, panggilannya bukan itu, orangtua, saudara, dan temannya biasa memanggil "Diah" atau "Ayu" jadi tidak "ngeh". 

Berikutnya, saat saya tanya, apa arti nama kamu yang panjang ini? Meski siswa tersebut sudah kelas menengah atas, ternyata, yang bersangkutan tidak pernah tahu apa arti namanya. Orang tuanya pun tidak pernah memberi tahu asal-usul pemberian nama dan apa arti nama untuk dia. Ringkasnya, kisah nyata yang saya alami ini dari kurun waktu tahun 1990 hingga tahun 2017, bila dikalkulasi, di setiap kelas, ternyata lebih banyak siswa yang tidak tahu arti namanya. 

Ironisnya, hal ini terjadi di setiap tahun pelajaran baru, saat kelas berganti, siswa pun berganti. Meski demikian, saya tidak dapat menyimpulkan bahwa tidak semua orang tua di Indonesia, khususnya, tidak memikirkan nama anak lengkap dengan arti dan maknanya. Sebab, saya belum pernah melakukan penelitian. Juga belum  pernah mengungkap kisah ini sebelumnya. 

Padahal untuk mencari arti sebuah nama, bila kita membuka aplikasi di google, lalu ketik alamat: id.vovon.me, maka kita dapat lekas tahu arti sebuah nama. Misal ketik nama Tetuko Mandas Kreari, maka akan muncul: Tetuko Mandas Kreari memiliki banyak arti yang mendalam dan terutama menunjukkan "ISTIMEWA" dan "BUNGA"! Entah apakah aplikasi tersebut valid atau tidak, atau hanya sekadar mainan, saya belum menelusurinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline