Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat

Status Sosial dan Pendidikan, Satu di Antara Sebab Suporter Rusuh dan Anarkis

Diperbarui: 17 September 2019   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Tribunnews.com

Seruan agar ada edukasi dan tindakan atas suporter sepak bola rusuh dan anarkis, kini terus mengemuka. 

Peristiwa anarkis suporter sepak bola di Indonesia akan sulit sembuh bila tidak ada tindakan masif dan formal  dalam rangka menanganinya oleh stakeholder terkait, dalam hal ini PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta oleh para suporter sendiri. 

Peristiwa teranyar adalah saat laga pembuka putaran kedua Liga 1, Sabtu (14/9/2019) saat Tira Persikabo menjamu Persib Bandung di Stadion Pakansari. Selain saling lempar bangku antar suporter di tribune stadion, di luar stadion, dua pemain Persib bahkan kepalanya harus bocor. 

Sebelum anarkis di Bogor dan di berbagai wilayah Indonesia lain khususnya, sepak bola nasional bahkan harus menanggung malu di depan publik sepak bola dunia, karena suporter anarkis di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) saat laga resmi FIFA, Kualifikasi Piala Dunia 2022, Indonesia menjamu Malaysia.

Bahkan kini, PSSI dan publik sepak bola nasional sedang harap-harap cemas menunggu sanksi resmi dari FIFA atas insiden anarkis suporter kita. Atas semua kejadian anarkis suporter sepak bola nasional, memang wajib membuka mata semua stakeholder terkait. 

Coba turun dan lihat langsung ke lapangan. Sejatinya, siapa saja suporter sepak bola yang selalu hadir di stadion. Seharusnya jangan ada perasaan bangga dulu dari PSSI, Sponsor, Klub dan pihak yang berkepentingan atas penuh sesaknya stadion oleh suporter sepak bola. 

Untuk apa stadion penuh sesak, namun faktanya, tidak semua suporter memiliki kelayakan dan dapat dianggap sebagai suporter yang benar. Hanya semu.

Benar artinya cerdas dan memiliki kualifikasi sebagai suporter yang sehat akal dan sehat fisik.

Salah satu identifikasi yang sering saya temukan, begitu loyalnya seorang suporter kepada klub yang dibelanya, maka demi dapat hadir di stadion, meski tak memiliki uang, seorang suporter akan menghalalkan segala cara tetap menuju ke stadion tempat tim kesayangannya berlaga. 

Sudah begitu, dari segi pendidikan atau status sosialnya, suporter ini sudah tidak sekolah atau putus sekolah dan tak memiliki uang.

Maka bagaimana biaya transportasi, biaya makan, dan biaya beli tiketnya demi menonton tim yang dibelanya berlaga. Sudah lapar, tak punya uang, pendidikan kurang, lalu susah masuk stadion, timnya juga tidak dapat memenangi pertandingan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline