Lihat ke Halaman Asli

Siwi W. Hadiprajitno

Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Kerudung Hitam

Diperbarui: 22 Januari 2021   22:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kerudung hitam (twitter @kerudunghitam)

Tali Rasa. Sebuah istilah baruku. Tiba-tiba muncul di kepala. Semacam 'firasat', meski tidak persis benar.

Dan kali ini adalah tentang kerudung hitam.

Tiga hari yang lalu. Saat itu memang aku perlu kerudung hitam untuk blouse putih bergaris-garis hitam-tegas. Saat mengambilnya dari lemari, kutemukan dua kerudung hitam. Satu akhirnya kuputuskan kukenakan. Satu lagi, yang hitam-pekat-polos, tidak. Hanya saja, aku memegangnya lama. 

Menggenggamnya. 

Merasakan teksturnya. Kain Paris, mereka bilang. Jenis kain favorit bagi sebagian pengguna kerudung segi empat karena jatuhnya nyaman. Bukan dari kualitas terbaik, memang. 

Sambil tanganku merasakannya, ada dorongan dari dalam untuk membawanya serta meskipun tidak untuk kukenakan sekarang. 

Perlahan kerudung itu kumasukkan ke dalam tas. 

Ada semacam 'entah-apa-namanya' yang menggaung di kepala yang menyatakan bahwa aku akan membutuhkannya untuk kukenakan.

Dan, di pagi yang sungguh sangat dini ini, aku berkerudung hitam. Berscarf hitam pekat hasil berburu buru-buru di dekat kantor. Aku terbang, pesawat paling pagi: menjelang Surabaya.
Untuk sebuah kabar duka.


Jakarta.
29.08.2014.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline