Seekor Kalangkyang terbang tinggi membentuk garis edar berupa lingkaran. Berkeliling ia searah jarum jam. Semakin lama semakin tinggi ia terbang. Sayapnya gagah dan lebar membentang.
Terbang ia tinggi semakin tinggi. Teriakan Kalangkyang membahana memenuhi ruang udara. Yang ia rindukan adalah terjumpanya harapan dan kenyataan: tetes air hujan.
Seekor burung kecil mendekati Kalangkyang. Kecipak sayapnya berkepak-kepak mengganggu laju terbang Sang Elang. Kalangkyang bergeming. Hanya gerakan satu sayap ia tujukan pada Si Burung Kecil.
"Minggirlah.
Biarkan aku merindukan kekasihku: Sang Hujan."
Bisa saja Kalangkyang menyerang.
Bisa saja ia menerjang.
Dengan kegagahan bentangan sayap dan ketajaman paruhnya ia bisa koyakkan Si Burung Kecil Pengganggu.
Tapi Kalangkyang memilih untuk tidak melukai.
Ia tetap anggun terbang
semakin ke atas
dalam alur fibonacci
Fibonacci.
Lingkaran.
Fibonacci.
Lingkaran.
Fibonacci.
Lingkaran.
Menuju satu titik.
Episentrum yang satu.
13 Januari 2021
Catatan Penulis:
Kalangkyang: burung Elang (bahasa Jawa Kuno)