Lihat ke Halaman Asli

Siwi W. Hadiprajitno

Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Jokowi: Humas, Narasi Tunggal dan Country Branding

Diperbarui: 7 Februari 2016   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, 4 Februari 2016. Bertempat di Istana Negara - Jakarta, Presiden Jokowi, Kamis (4/2) lalu menerima ‘pasukan Humas Pemerintah Indonesia’ yang terdiri dari perwakilan humas dari berbagai instansi yaitu Kementerian, Lembaga, dan BUMN, dalam sebuah acara yang berjudul Pertemuan Koordinasi Humas Kementerian/Lembaga & BUMN untuk Percepatan Pembangunan 2016. Penulis hadir mewakili salah satu BUMN dari 62 BUMN yang diundang, yaitu Peruri, bersama 29 BUMN lain.

Pertemuan tersebut berlangsung dari pukul 09.30 WIB hingga pukul 14.00 WIB yang diakhiri dengan jamuan makan siang di Istana Negara Jakarta. Kementerian Kominfo, sebagai koordinator yang mengundang para praktisi humas tersebut menerima seluruh peserta pertemuan tersebut di Ruang Serba Guna Kementerian Kominfo untuk penyamaan persepsi terlebih dahulu sebelum seluruh rombongan berangkat bersama-sama menggunakan bus Kemenkominfo menuju Istana Negara.

Acara dibuka dengan Kata Pengantar dari Menteri Kominfo, Rudiantara, dilanjutkan dengan sambutan Presiden, serta paparan dari tiga orang pembicara yaitu Kepala Staf Kepresidenan (Teten Masduki), Staf Khusus Komunikasi Kepresidenan (Johan Budi), dan Sekretaris Pribadi (Anggit Nugroho) dan diakhiri dengan ramah tamah serta makan siang.

Forum dihadiri oleh 34 orang dari berbagai Kementerian, 19 orang dari Lembaga, 30 orang dari berbagai BUMN, serta dihadiri oleh RRI dan TVRI. Permasalahan yang dihadapi, di Kementerian Kominfo dari semula ada 8000 orang pranata humas, tinggal 1069 orang. Regenerasi tidak berjalan dengan baik. Oleh karenanya, tahun 2015 ditetapkan adanya Government Public Relation (GPR) atau Tenaga Humas Pemerintah (THP). Dengan adanya GPR, diharapkan terbentuk Narasi Tunggal. Narasi Tunggal pertama yang diterbitkan adalah mengenai issue BBM. THP merupakan tenaga kontrak 2 tahun, penempatannya attached ke masing-masing menteri. Persyaratan recruitment diantaranya TOEFL 500. Dari 100 orang yang ditargetkan, diperoleh 47 orang. Kompensasi yang diberikan adalah Rp 15 – 16 Juta/bulan. Guna menunjang Narasi Tunggal, diminta agar 5% dari seluruh alokasi website kementerian/lembaga dan BUMN dialokasikan ke THP.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengemukakan bahwa terdapat dua view terkait dengan akses informasi, yaitu view dari rakyat dan view secara global. View dari rakyat: menghendaki informasi yang sifatnya segera, cepat dan real time. View secara global: saat ini adalah era kompetisi/persaingan. Sehingga diperlukan country branding. Semua negara melakukan country branding, untuk membentuk image negara seperti apa yang dikehendaki untuk diciptakan. Dimana image yang terbentuk harus sama dengan yang terjadi di lapangan. Sehingga, terbentuklah persepsi yang sama dengan kenyataan yang ada. Negara-negara yang berhasil dalam hal country branding, yaitu USA dan India, tidak lain adalah karena timnya juga solid.

Indonesia, saat ini memiliki jumlah pengguna internet sebangak 100 juta orang. Kepemilikan HP mencapai 308 juta (hal ini karena beberapa orang memiliki lebih dari satu HP). Dan informasi yang disukai oleh para pengguna internet adalah informasi yang real time. Oleh karenanya, koordinasi, konsoliasi antara lembaga, kementerian dan BUMN harus “sambung”. Presiden mengungkapkan, “Saya pelajari selama 1 tahun, yang terjadi jauh dari hal itu. Kementerian A ngomong A, kementerian B ngomong B. Bahkan, antar BUMN saja tarung PR. Ada peristiwa terjadi, diem aja, sehingga yang didengerin oleh rakyat adalah pengamat, yang adalah 'orang luar' dan sudah pasti full of assumption”. Presiden memberikan pertanyaan retoris dan pemacu adrenalin untuk para praktisi humas begini, "Masa Negara kalah dihajar oleh Pengamat?"

BUMN harus dibangun, dengan memperhatikan positioning perusahaan dan diferensiasinya apa, harus ditentukan. Termasuk juga image perusahaan, dan brand perusahaan. Presiden mengatakan, “Setelah ini, saya akan lihat, BUMN sudah bergerak atau belum”. Jika tidak bergerak, maka akan diganti personilnya.

Saat ini kita dalam posisi kejar-kejaran waktu. Setiap detik dan menit ada saja pergantian ‘acara’. Depresiasi Yuan di China. Perubahannya cepat sekali. Lalu issue moneter Saudi/Iran. Sehingga diperlukan kecepatan merespons informasi pada rakyat/dunia. Jangan terus semua ke presiden. Yang dihadapi saat ini adalah era kompetisi. Persaingan antar negara-negara. Tidak bisa lagi business as usual. Jangan lagi hadapi dengan pola-pola lama.

Salah satu respon informasi yang bagus yang dicontohkan oleh Presiden adalah tentang bom di Thamrin. Dimana kecepatan informasi sangat bagus. Gerakan masyarakat social media. Sehingga sekali lagi produktivitas, efisiensi, kecepatan merespons dan etos kerja. BUMN jangan kalah dari korporasi swasta. Goal terakhir adalah trust dari masyarakat, rakyat dan dunia yang pada akhirnya berujung pada turisme dan perdagangan.

Jokowi mengungkapkan, visi besar kita adalah: Kompetisi. Kompetisi. Kompetisi. Dan Kompetisi. Pola-pola konsumsi harus diubah menjadi pola produksi. Subsidi-subsidi dialihkan ke produksi. Hal ini tidak terinformasikan dengan baik. Hal-hal produktif yang dilakukan oleh petani. Menteri ngomong makro, detil-detilnya dilakukan oleh humas.

Banyak hal yang positif yang terjadi di negeri ini, namun rakyat tidak tahu (baca: terinformasi dengan benar). Misalnya: tentang KUR, Anggaran Negara dan Pembubaran Petral.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline