Lihat ke Halaman Asli

Siwi W. Hadiprajitno

Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Di Muzdalifah

Diperbarui: 7 Februari 2016   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Muzdalifah 
Aku memandang Langit 
Andai saja terang listrik tiada, akan kulihat gemintang gemilang 
Kini: hanya satu nyala terang tertangkap 
Pendarnya nyata berkala 
Seperti pulsa 
Dan aku bertanya tanya: pendarmu kini, berapa juta tahun lalu kah kau emisikan?

Di daratan pasir putih, manusia-manusia lelaki berpakaian ihram dan perempuan berpakaian putih maupun hitam bermalam
Tanpa atap 
Jutaan
Syahdu

Dulu, Rasulullah pun bermalam di Muzdalifah
Dulu, Ibrahim, Ismail dan Hajar melemparkan kerikil-kerikil kearah iblis yang membisikkan bujukan untuk mengurungkan niat untuk mengorbankan Ismail
Kini, jutaan manusia mencari kerikil di hamparan pasir Muzdalifah. Jutaan manusia itu tengah mencari kesalahan dan kekurangan diri

Gunung batu melingkungi tempatku berdiam diatas pasir berlambarkan matras hitam

Menengadah lagi menatap langit, seolah seluruh langit menjadi milikku
Seperti layar lebar seluas jangkauan mata, yang padanya bisa kuputar film apa saja
Seperti kanvas lebar, yang padanya ingin kulukis apa saja
Seperti selembar kertas raksasa, yang padanya siap kuketikkan tentang apa saja 
Dan aku memilih merenung
Sebuah perenungan sunyi di tengah ramainya kehadiran empat jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia

Yang kubayangkan: seluruh lampu dipadamkan 
Aku butuh gelap untuk melihat bintang-bintang gemerlap 
Aku butuh kegelapan untuk menikmati: Pendarnya. Dan tasbihnya.

Ingin kuselaraskan dengan degup jantungku
Memuji Nama-Mu
Seperti juga pujian Bulan Tanggal Sepuluh Dzulhijah yang masih bersinar dengan anggun malam ini

 

Muzdalifah, 10 Dzulhijah 1434 H, di larut dini hari.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline