Lihat ke Halaman Asli

Siwi W. Hadiprajitno

Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Notasi Balok Kinandari

Diperbarui: 13 Oktober 2015   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku hafal suara itu. Jejak satu-satu sepatunya. Aku rasa kali ini dia memakai pump shoes hitam dengan hak 7-10 cm terbuat dari kulit yang ia banggakan karena diskon 50% yang didapatkannya. Saat melihatku, mata dan bibirnya tersenyum. Rambutnya yang ikal dengan helai-helai hitam legam terlihat bersinar. Saat ini panjangnya sekitar 10 cm tergerai jatuh dari batas bahu. Aku hampir selalu ikut tersenyum jika melihat pemandangan itu.

"Njenengan, apa kabar, mas?", sapanya padaku. Suaranya merdu. Lembut. Riang. Gesture-nya sangat feminin. Matanya menatap lekat tepat ke mataku. Biasanya aku akan memicingkan mata menahan arus energi yang begitu kuat seperti kutub magnet negatif ke positif dariku kepadanya dan darinya kepadaku.

"Baik, Wuk.." tangannya yang lembut kugenggam dalam jabat tangan. Kulihat semburat rona sekilas di pipinya. "Wuk", adalah panggilan sayangku untuknya. Sebuah kecupan mendarat di pipinya. Tentu saja dariku. Dan ia membalas dengan pelukan erat. Sudah 3 minggu kami nggak ketemu sejak penugasan kantor bagiku untuk sebuah konferensi di Italia.

Lalu ia duduk di kursi putar hitam setelah saya menanyakan kabarnya yang dijawab dengan bahasa tubuh meyakinkan dan kosa kata pilihannya bahwa ia baik-baik, sehat, tetap bersemangat meskipun kangennya padaku setara jumlah bintang-gemintang. Ia terlihat manis sekali dengan rok simpel selutut menampakkan kakinya yang indah dan seputih susu.

Gadis itu lalu mengambil secarik kertas dari loose leaf yang dibawanya untuk kemudian diangsurkan padaku.

Aku memiringkan kepalaku tanpa sadar saat membaca tulisannya yang rapih. Gesture yang sangat dia kenali rupanya, karena dia tersenyum tiba-tiba. Setengah tergelak. Saat kupandang wajahnya, ada cerlang di matanya.

Sebuah corat coret tangan berisi gambar nada notasi balok. Sebuah melodi pendek.

"Ini...", katanya. Tubuhnya condong ke depan, bertumpu pada dua lengan yang kedua sikunya terpatri diatas dua lututnya. Dua tungkai kakinya terjajar lurus dan sopan. "Bahan untuk jingle iklan dari customer produk makanan ringan yang tempo hari meeting-nya gak kelar-kelar itu lho.. "

Kinandari. Nama gadis itu. And she's my sweetheart. Ia selalu datang dengan ide-ide tepat saat kubutuhkan. Dia sejawatku. Ah, tidak, dia satu level di bawahku. Kemahirannya menangkap nada sekaligus menuliskan notasi baloknya pada bar bergaris-garis adalah ciri khasnya. Seringnya nada-nada riang. Walaupun aku tahu kebanyakan playlist-nya bernuansa melow.

"Hey.... Kok ngelamun...?", ujar Kinandari sambil menepuk-nepuk bahuku.

Sejujurnya, saya sedang dapat ide lanjutan atas pancingan ide darinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline