SEBAGIAN banyak sejarawan menafsirkan Bhre Kertabhumi sebagai nama asli seorang raja Majapahit. Nama ini terutama muncul dalam Serat Pararaton. Nama Bhre Kertabhumi tidak pernah muncul dalam prasasti. Karenanya sebagian banyak ahli sejarah belum terang benderang mengidentifikasi siapa satu tokoh populer Majapahit ini.
Jika mencermati nama nama keraton yang pernah bertumbuh di Majapahit seperti Wirabhumi, Kahuripan, Pamotan, dan lainnya, nama Kertabhumi seharusnya bermakna keraton. Kertabhumi merupakan nama keraton bawahan Majapahit, bukan nama asli seorang tokoh. Bhre Kertabhumi adalah Paduka Bhattara yang berkuasa di keraton Kertabhumi.
Tentu saja sebagaimana adat tradisi pararaja Majapahit, seorang raja memiliki gelar kerajaan atau abhiseka dan nama muda yang dicirikan dengan penggunaan gelar kebangsawanan ‘Dyah'.
Gelar kebangsawanan ‘Dyah’, dalam tradisi Majapahit terutama berlaku untuk tokoh laki dan perempuan. Sebagai contoh, Dyah Lembu Tal itu tokoh laki. Adalah ayah pendiri Majapahit, Kertarajasa Jayawardhana dyah Wijaya.
Kembali ke soal Bhre Kertabhumi. Bhre berasal dari kata Sansekerta Bhra dan i atau ing. Bhra dalam bahasa sansekerta artinya sinar, raja. Ing atau i artinya di. Karena ini menyangkut tokoh dan kerajaan, maka istilah Bhra artinya raja atau baginda. Sementara Kertabhumi adalah nama keraton.
Jadi Bhre Kertabhumi adalah raja yang bertahta di keraton Kertabhumi. Dari kajian sejarah yang telah penulis lakukan dan mendukung teori sejarawati Nia Kurnia Sholihat Irfan, [lihat: http://niakurniasholihat.blogspot.co.id/2008/07/pararaton-penafsiran-baru.html], nama lengkap Bhre Kertabhumi adalah Girindrawardhana dyah Ranawijaya.
Darimana mengidentifikasinya? Telusur kita mulai dari berita tahun 1447M ketika Majapahit bertahta sri maharaja Wijaya Parakrama Wardhana dyah Kertawijaya yang merupakan kakek Bhre Kertabhumi.
Wijaya Parakrama Wardhana dyah Kertawijaya bertahta pada 1447-1451M. Merupakan keturunan keempat Sri Nata Kertarajasa dan Sang Rajapatni Dyah Gayatri. Putra bungsu sri maharaja Wikramawardhana dan Kusumawardhani ini mengeluarkan prasasti yang dikenal sebagai prasasti Wijaya Parakrama Wardhana atau Waringin Pitu, 1447M. Dalam prasasti itu Sri Nata disetarakan dengan Dewa Wisnu, salah satu dewa dalam agama Trimurti yang berkuasa memelihara ketenteraman dunia, sohor sebagai maharaja berkanuragan dan berprabawa tinggi, penakluk para musuh seteru, menguasai beragam ilmu pengetahuan, raja bijak bestari, pelindung rakyat, pelindung agama.
Prasasti Waringin Pitu mencantumkan tiga menteri kerajaan yang dikenal sebagai mentri Katrini: Rakrian menteri Hino Dyah Sudewa. Rakrian menteri Sirikan Dyah Sudarcana. Rakrian menteri Halu Dyah Jubung. Ketiganya serupa Trisakti keturunan dewa, disucikan dari segala marabahaya yang mengepunginya. Saksat tricaktya vataro bhaya kulavicudha.
Dalam prasasti ini disebutkan pula lima mantri kerajaan yang dikenal sebagai Sang Panca Wilwatikta: Rakrian Rangga Mpu Capana. Rakrian Kanuruhan Mpu Samparka. Rakrian Demung Mpu Pambubuh. Rakrian Tumenggung Mpu Gading. Rakrian Mapatih Majapahit Gajah Gêgêr. Sosok yang sangat giat keamanan dunia, jauh dari lalai lantaran selalu mencita-citakan ketentraman dunia. Rakryan mapatih ing Majapahit namawicitra Gajah Gêgêr. Jagadraksanalocananalasya taralemeh rasike kalocita ning karaksanin jagad.
Prasasti Waringin Pitu menyebutkan 14 keraton bawahan Majapahit dan seluruh anggota wangsa Girindra menempati tiap-tiap keraton itu. Urutan raja dan ratu yang berkuasa di keraton bawahan Majapahit pada tahun 1447M adalah sebagai berikut: