Lihat ke Halaman Asli

Sinema Pintu Taubat Versi Katolik

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa hari ini saya kebetulan punya lebih banyak kesempatan untuk bersantai dan beberapa kali menyaksikan Sinema Pintu Taubat yang tayang di Indosiar. Salah seorang teman saya yang juga menontonnya iseng bertanya pada saya, “Mbak, kalau Sinema Pintu Taubatnya versi katolik gimana ya, Mbak? Kasus seperti apa yang diangkat?”. Saya sempat mengernyitkan dahi beberapa detik, kemudian tertawa kecil. Mengingat bahwa memang Sinema Pintu Taubat ini adalah sinema bernuansa islami, sepertinya wajar jika teman saya bertanya begitu. Tapi, pertanyaan mengenai permasalahan yang diangkat, saya agak aneh juga mendengarnya. Mungkin teman saya berpikir bahwa permasalahan yang bernuansa islami berbeda dengan permasalahan yang bernuansa katolik. Mungkin memang ada beberapa yang berbeda, tetapi pada dasarnya sama saja.

Semua manusia tentu bisa saja menempuh ‘jalan yang tidak lurus’, penyebabnya juga tidak berbeda, diantaranya terkait kesombongan, ketamakan, iri hati, kemarahan, hawa nafsu, keserakahan, kemalasan. Jadi permasalahannya pun sama sebagai sesama manusia yang berproses menuju ‘jalan yang lurus’ kembali. Hanya mungkin cara dan sarana pertobatannya berbeda. Jika di Sinema Pintu Taubat (versi Islami, hehehe) mungkin aktor antagonisnya bertobat dengan rajin sholat, belajar membaca Al-quran, ikut ke pengajian, menggunakan hijab, sebelum meninggal mengucap kalimat syahadat, atau yang tadinya adalah seorang preman kemudian menjadi seorang ustad atau pengurus masjid, maka jika versi Katolik cara dan sarananya tentu berbeda. Ya, dalam versi katolik bisa saja aktor antagonisnya bertobat dengan menerima sakramen rekonsiliasi, rajin mengikuti Misa, ikut pendalaman Kitab Suci, sebelum meninggal menerima Sakramen Perminyakan, lalu yang tadinya seorang preman kemudian menjadi imam, biarawan-biarawati, menjadi koster, katekis, pengurus DPP-PGAK (hehehe), dsb.

Saya rasa hanya itu. Mengenai sifat-sifat negatif sebagai manusia, tentu sama saja (sama-sama manusia kan? Hahaha). Tapi sedikit menghibur juga yaaa pertanyaan teman saya itu, setidaknya bagus juga jika program Sinema Pintu Taubat terdapat beberapa versi seperti versi Islam, versi Katolik, versi Hindu, dsb. Seperti program Siraman Rohani yang dulu juga tayang di Indosiar, di bawahnya ada keterangan sesuai dengan agama yang tengah diangkat di setiap tayangannya.

Tapi, apapun versinya, yang jelas sinema tersebut mempunyai tujuan menyajikan kisah ‘kembalinya anak yang hilang’. Semoga kita selalu mendapat hal positifnya dan terima kasih juga untuk pertanyaan sederhana tapi bermakna tersebut. Hehehe.

Salam ...

Berkah Dalem


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline