Seusai liburan selama hampir dua minggu, rutinitas orangtua kembali bertambah seiring anak-anaknya kembali belajar secara daring.
Saya menanyakan teman saya yang mempunyai anak-anak usia sekolah SD. Rupanya tidak semua sekolah memiliki jam belajar daring yang pasti. Menurut Maria Yunira, lebih enak kalau si anak bersekolah daring dengan jam mulai belajar yang sudah ditentukan. Karena dengan begitu, si anak tetap terbiasa rutin bangun pagi dengan jam yang pasti.
Di sekolahan anak-anaknya Maria, jam pertemuan zoom-nya berlangsung dua kali dalam sehari. Dimulai pukul 7.30 sampai 9.00, lalu diselingi istirahat, dan mulai kembali pukul 10.30 sampai 12.00. Jam pertemuan keduanya memang kadang lebih atau kurang dari waktu yang telah ditentukan. Namun, untuk jam pertemuan pertamanya selalu tepat waktu.
Biasanya di kelas pagi anak-anak belajar tematik dengan walikelasnya masing-masing. Sedangkan di kelas siang, barulah guru pelajaran lain yang mengajar. Namun, guru pelajaran lain ini mendapat jadwal mengajar yang bergiliran. Tidak setiap hari mereka memberi pelajaran di kelas yang sama.
Karena anak-anaknya akan kembali belajar di hari Senin ini, Maria sudah harus mempersiapkan prasarananya. Itu yang terutama.
Dia membeberkan aktivitas rutinnya untuk menghadapi besok, sesuai dengan yang biasa dilakukannya selama masa sekolah daring di bulan-bulan sebelumnya. Di malam hari, dia akan memasang weker untuk bangun subuh. Sekaligus memasang weker sebagai pengingat absensi daring. Di pagi hari, dia akan menyiapkan seragam anak-anaknya. Menyiapkan air hangat untuk mandi anak-anaknya. Menyiapkan sarapan dan susu hangat. Setelah itu, perhatian Maria akan beralih ke persiapan prasarana daring seperti mengecek webcam, mengecek sound system, mengecek headset, mengecek koneksi WIFI, dan lain-lain.
Karena sudah terbiasa, anak-anak Maria tidak perlu lagi diingatkan untuk membuka Google Classroom (GCR), me-login zoom class dan mengecek tugas di GCR. Maria tinggal membantu memfotokan tugas dan mengirimkannya ke GCR.
Semua keteraturan ini bukan tanpa "gejolak". Maria menceritakan bagaimana di awal para orangtua, guru, maupun murid jumpalitan kebingungan karena harus beradaptasi dengan hal baru. Di grup kelas, para orangtua selalu "ribut" menanyakan ini-itu terkait proses pembelajaran daring ini.
Namun belakangan, Maria melihat sudah tidak ada lagi yang kebingungan. Sepertinya semua sudah mulai mengerti dan mengikuti ritme baru ini. Menurut Maria, baik orangtua, guru, maupun murid di sekolah anaknya itu sudah mulai menikmati pembelajaran daring ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H