[caption id="attachment_327574" align="aligncenter" width="520" caption="Mbak Shanti, Mbak Heny dan dokter Dodi sedang presentasi soal deteksi dini kanker payudara di Hongkong Cafe, Sarinah, Jakarta Pusat (foto: Nur Terbit)"][/caption]
Sore hingga malam hari pada Jum’at, 3 Oktober 2014 di “Hongkong Café” Sarinah, Jakarta Pusat, saya mendapat kesempatan diundang mengikuti seminar “Kanker Payudara”. Keinginan saya yang kuat untuk mengetahui tentang penyakit mematikan ini, yang membuat saya sangat semangat dan antusias ingin mengikuti seminar ini. Walaupun badan sudah lelah seharian bekerja melayani anak-anak usia dini di tempat mengajar, tidak menyurutkan niatku mengikuti event ini.
Walaupun seminar ini waktunya singkat dan terkesan terburu-buru karena digelar malam hari, tapi banyak yang tersimpan di pikiran saya setelah mendengarkan penuturan dr. Dody Parmadi dan dua orang survivor dari “Lovepink”, yakni komunitas pemerhati kanker payudara sekaligus ikut sebagai salah satu penyelnggara acara yang dilaksanakan oleh BLOGdetik ini.
Kedua wanita tersebut – Mbak Heny dan Mbak Shanti -- bercerita di hadapan para peserta seminar. Menurut saya, cukup memukau dan menggugah hati para peserta seminar terutama saya yang kebetulan sama-sama wanita dan sama-sama kaum ibu rumah tangga.
Acara seminar ini diawali dengan kehadiran dr. Dody Parmadi dari Garda Medika yang menuturkan bahwa ada lima top kanker di Indonesia, yaitu:
1.Kanker Payudara
2.Kanker Leher Rahim
3.Kanker Paru-paru
4.Kanker Kolorektal
5. Kanker Nasofaring
Namun dari kelima top kanker tersebut, maka kanker payudaralah yang merupakan kanker yang menempati urutan kedua penyakit tidak menular paling mematikan di dunia. Tanda dan gejala kanker payudara ini yaitu: payudara bengkak, kulit iritasi, payudara terasa nyeri, dan puting payudara agak ke dalam. Jenis pengobatannya di antaranya Pembedahan, Radioterpi dll.
Yang lucu pada acara ini, yaitu dr. Dody ingin semua peserta seminar memperatekkan cara periksa payudara sendiri. Maksudnya, agar dapat mengetahui secara dini jika ada benjolan pada payudara. Tentu saja para peserta perempuan menolak dan tidak mau karena malu. Apalagi banyak di antara peserta seminar yang hadir, juga dari kaum laki-laki. Kata dr. Dody, “ini tandanya para lelaki juga peduli dengan kanker payudara”. Alasannya karena sekarang ini, kanker payudara bukan hanya perempuan saja yang mengidap tapi para kaum laki-laki juga.
[caption id="attachment_327576" align="aligncenter" width="400" caption="Gambar Payudara yang terkena kanker (foto: Nur Terbit)"]
[/caption]
Mbak Heny, salah satu survivor berusia 38 tahun, berhijab dan memakai kostum pink, menuturkan pengalamannya sebagai pengidap penyakit “cancer” alias kanker payudara yang sangat ganas ini.
Heny mengaku terdeteksi mengidap cancer ini di usia 35 tahun atau tahun 2011 yang lalu. Pada saat pertama tahu kalau dirinya mengidap penyakit cancer, wah…. seakan dunia ingin runtuh rasanya. Semua keluarga besarnya terutama suaminya yang berasal dari Ambon, meski postur tubuhnya besar tinggi tidak nyangka kalau bisa menangis begitu mendengar istrinya terdiagnosa kanker payudara.
Semua keluarga besarnya lalu memberikan motivasi agar kuat dan tetap sabar. Kekuatan dan keinginan inilah yang membuat Mbak Heny memberanikan diri untuk menjalani operasi. Kata beliau, kalau saja saya tidak peduli dengan badan saya, mungkin tidak seperti ini, karena begitu ada deteksi sejak dini, maksudnya sejak terasa adanya benjolan pada payudara, mungkin saya tidak seperti ini.
Menurut Mbak Heny pada saat itu thn 2011, ketika terdiagnosa mengidap penyakit kanker payudara, benjolan di payudaranya baru berukuran 2,7 centimeter. Pada 5 Oktober beberapa tahun yang lalu itulah Mbak Heny menjalani operasi pengangkatan payudara. Diakhir ceritanya, ada pesan buat para peserta seminar yaitu, “jangan ikutin saya yang tidak pernah peduli dengan diri sendiri, saya cukup cuek dengan badan saya, yang ada hanya bekerja dan bekerja. Berangkat pagi dan pulang setelah seharian bekerja di luar rumah”.
Survivor yang kedua yaitu, Mbak Shanti, menuturkan bahwa sejak ada keluhan, beliau langsung ke dokter untuk check up ditemani oleh tiga orang temannya yang tidak tahu apa-apa tentang penyakit yang mematikan ini. Setelah pemeriksaan berlangsung, hasil diagnosa dokter bahwa beliau mengidap penyakit kanker payudara stadium 3 B. Wah….Subhanallah langit seakan runtuh, air mata mulai menetes, tapi masih ada motivasi dari teman-temannya dan seluruh keluarga besarnya.
Itu yang membuat Mbak Shanti memberanikan diri untuk melakukan operasi pengangkatan benjolan di payudaranya. Pada bulan Maret 2014, beliau dioperasi dan terpaksa harus menjual satu rumah dan dua mobilnya untuk membiayai operasi tersebut. Diakhir ceritanya beliau mengatakan “saya tidak mau dikatakan pengidap kanker payudara yang ganas, terlalu serem dengarnya. Saya lebih suka disebut sebagai wanita yang hidup dengan kanker”.
Menurut Mbak Shanti, ada perbedaan di antara mereka berdua, walaupun sakitnya sama tapi cara mendapatkan biaya yang berbeda. Kalau Mbak Heny operasinya dibiayai oleh asuransi sementara Mbak Shanti tidak.
“Saya pernah ikut asuransi dan terhenti, dan pada saat mau operasi itulah baru asuransinya mau dilanjutkan lagi dengan harapan supaya dapat bantuan dari pihak asuransi. Tapi ternyata pihak asuransi tidak bisa menolong karena pernah terhenti menjadi anggota asuransi,” kata Mbak Shanti.
Nah… begitu mendengarkan penuturan beliau berdua di atas, barulah saya menyadari bahwa betapa besarnya peranan asuransi di samping dukungan dari keluarga. Betapa tidak, jika dalam keadaan terdesak seperti itu dan tiba-tiba ada bantuan, asuransi misalnya, wah…. alangkah senangnya, serasa hidup ini bisa dilanjutkan lagi.
Bersama dengan event inilah, “Deteksi Dini Penyakit Kanker Payudara” kita diajak untuk ikut asuransi kesehatan bersama Asuransi Astra yang membawahi beberapa asuransi. Di antaranya: Asuransi Garda Oto, Asuransi Garda Motor dan Asuransi Garda Medika. Wah….lumayan juga ya. Kalau ada duitnya, bisa ikutan tuh…
Acara ini sangat meriah, sayangnya sebab diadakan malam hari, waktunya terbatas. Padahal dalam sesi pertanyaan walaupun saya sudah diberikan waktu untuk bertanya, tapi masih belum puas rasanya. Masih banyak pertanyaan yang masih mengganjal di dalam hati berkisar tentang kanker payudara ini.
Alhamdulillah kami para peserta disuguhi makan malam dengan makanan ala Hongkong, disamping diberikan gelang karet berwarna pink dan harus dipakai. Belum lagi bagi-bagi hadiah yang banyak jenisnya, tapi sayang saya tidak beruntung dapat hadiahnya hehehe…. Tidak apa-apa, sudah banyak ilmu koq yang saya dapat. Kami juga diberikan pinsil yang unik dan mendapatkan alat pengukur suhu badan dari Garda Medika.
[caption id="attachment_327578" align="aligncenter" width="300" caption="Suasana kopi darat bertema "Deteksi Dini Penyakit Kanker Payudara" di Hongkong Cafe yang digelar Garda Medika kerja sama BLOGDETIK (foto: Nur Terbit)"] [/caption]
Acara ini juga meriah karena hadirnya dua survivor dari komunitas “Lovepink”. Yaitu sebuah gerakan sosial dari para perempuan penderita kanker payudara yang membagi pengalamannya. Terima kasih juga buat Blogdetik yang telah mengundang kami para blogger, terima kasih Garda Medika, dan terima kasih Lovepink yang telah membagi ilmunya. Kami juga sangat mendukung acara-acara Lovepink yang digelar untuk kemanusiaan, sukses selalu Lovepink semoga Tuhan selalu meridhoi segala kegiatan yang diadakan. Amin Ya Rob.
Salam
Sitti Rabiah
Baca juga tulisan saya yang lain:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H