Lihat ke Halaman Asli

Well Done, Kate!

Diperbarui: 18 Desember 2023   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: fimela.com

Senja belumlah benar-benar datang, tetapi kabut debu telah sangat pekat menyajikan suasana gelap yang mencekam. Duo kembar Emma dan Kate Bellwyn sedang duduk tepekur memandangi padang rumput mereka yang kini telah berubah menjadi gurun.

“Kita pulang sekarang, Emma?” ragu Kate menoleh pada saudaranya yang mulai mengusap bulir-bulir bening yang sedari tadi jatuh dari matanya. Emma mengangguk. “Wait a minute,” Dia bergegas berdiri dan mengelap wajahnya memakai ujung kerah dress-nya yang manis bercorak bunga lily putih. Kate merangkul saudarinya itu. Emma memaksakan diri tersenyum, lalu dia menggandeng tangan Kate. Mereka lantas berjalan cepat menuju rumah yang jauhnya sekitar 1 kilometer.

Mom, they’re coming!” teriak seorang anak laki-laki berumur 7 tahunan yang nampaknya adik Emma dan Kate. Tergopoh-gopoh seorang ibu berambut pirang keluar dari rumah sambil menggendong bayinya di punggung. Secepat kilat dia memeluk kedua putrinya itu dengan mata berkaca-kaca. “Ayah kalian pergi ke peternakan...maafkan dia Emma, pasti tak sengaja tangannya tadi. Kami menyesal, tiga tahun ini ujian sangat berat bagi kami...”

“Bukan ujian kalian saja Mom, tapi ujian kita berenam, kan?” sela Kate tegas sembari memandang mata ibunya penuh haru. “...bahkan ujian banyak orang di New South Wales ini,” Ibunya memeluknya lagi dengan lebih erat. Namun bayinya tiba-tiba menangis sehingga mereka pun bergegas masuk ke rumah.

Ibunya terduduk lemah di ruang makan sembari berusaha menghibur bayinya agar tak menangis lagi. Emma dan Kate duduk mengitarinya, sedangkan Frank duduk terdiam di hadapan mereka. Sesaat kemudian Emma yang berumur 10 tahun itu memecah keheningan. “Mom, please... can you just tell us everything that you and Dad feel right now?” 

Ibunya tak kuat lagi menahan isak. “Emma, dalam 3 tahun ini kita tidak bisa mendapatkan air, sapi kita tinggal 40 ekor padahal dulu pernah sampai 500 ekor. Hutang ayahmu menggunung. Dulu para peternak terbiasa ke sini untuk mempelajari sapi-sapi muda kita yang gemuk. Mereka bertanya tentang pekarangan rumput penghasil jerami yang subur. Pemakaian benih dan pupuk pilihan ayah kalian seperti apa... Ayah kalian sangat rajin bekerja sedari jam 5 pagi untuk memulai pemerahan pertamanya setiap hari.” Emma merasakan bahwa iba dan sayang ibunya kepada ayah merekalah yang lebih membuat ibunya berduka.

Sumber: abc.net.au

“Yang terjadi saat ini... kita tetap harus membayar jatah air kita, tetapi kita tak dapat menggunakannya setetes pun karena sumber air kita telah dijanjikan kepada terlalu banyak pihak. Kepada Kota Adelaide, peternakan-peternakan raksasa milik korporasi, dan lahan-lahan basah yang dillindungi. Padahal ayah kalian sebetulnya punya ijin untuk menyedot 1.000-an megaliter air per tahun dari sistem Sungai Murray-Darling.” ibunya menambahkan kisahnya lagi. Ketiga anaknya menyimak dengan murung.

“Mom, adakah yang bisa menjelaskan pada kita, penyebab bencana kekeringan ini?” tanya Kate. “aku sering mendengar dari guru kami bahwa kekeringan selama 7 tahun ini adalah yang paling mengenaskan dalam sejarah negeri kita selama 117 tahun. Akan tetapi beliau tidak memberitahu kami alasan terjadinya...”

“Pertanyaan bagus Kate, barangkali kita bisa mencoba menanyakannya pada ayah kalian nanti...”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline