Lihat ke Halaman Asli

Menginternalkan Biaya Eksternalitas Negatif Sampah Plastik Melalui Kolaborasi Perusahaan

Diperbarui: 28 September 2023   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokpri

Krisis global yang diakibatkan sampah plastik dibuang tanpa pemilahan saat ini, bukan hanya mengancam hewan-hewan di sungai, hewan di laut, dan hewan di kutub tetapi pada dasarnya mengancam manusia itu sendiri. Bermacam plastik saat ini, setiap jenis memiliki susunan kimia berbeda, dan hanya bisa didaur ulang jika tidak dicampur dengan jenis lain. Hal itu membuat rumit masalah daur ulang plastik.

Negara Malaysia pernah mendapatkan sampah impor dalam jumlah yang sangat banyak sehingga mencemari tanah, air, dan udara mereka. Hingga pada akhirnya mereka mengajukan protes pada pemerintah, tak mau lagi ada sampah impor. 

Tiongkok yang pada tahun 2017 pernah membeli hampir tiga perempat sampah plastik dunia pun saat ini telah menghentikan impor sampah. Pada tahun-tahun sebelum Tiongkok melarang sampah impor, mereka adalah tempat daur ulang terbesar didunia. Terdapat ribuan pabrik daur ulang bermunculan di seluruh Tiongkok, mereka dapat memproses jutaan ton plastik setiap tahun. Tingkok berkeliling dunia membeli semua potongan plastik yang bisa mereka dapatkan, yang terutama berasal dari AS dan Eropa.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, pernah menyatakan bahwa penyediaan truk dan perbaikan TPA belum cukup untuk mengurangi produksi sampah. Pola pikir pemerintah, masyarakat, dan pengusaha juga perlu diubah. Persoalan sampah harus diselesaikan di sumbernya. Masyarakat bisa mulai dengan memilah sampah organik dan non-organik di lingkungan rumah masing-masing. Sampah organik dikelola menjadi kompos atau eco-enzyme, sedangkan sampah non-organik didaur ulang menjadi batako atau produk-produk lain yang bermanfaat. Saat ini sudah banyak yang membuat eco-enzyme, bahkan laku untuk dijual.

Peneliti dari Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Firdaus Ali (2014), pernah menyampaikan bahwa penanganan sampah itu sangat terkait dengan masalah sosial. Partisipasi masyarakat masih minim, begitu pula dengan SDM dan prasarana yang ada masih kurang memadai. Di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pernah terjadi tumpukan sampah menggunung hingga 2 meter. Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Selatan mengakui, tumpukan sampah itu terjadi karena pihaknya kekurangan truk pengangkut.

Di Yogyakarta juga pernah terjadi hal serupa. Pada tahun 2023, TPA Piyungan sempat ditutup disebabkan hasil kesepakatan Rapat Sekda Pemda DIY dengan Sekda Pemda Kabupaten Sleman, Sekda Pemda Kabupaten Bantul, dan Sekda Pemkot Jogja dikarenakan lokasi zona eksisting TPA Regional Piyungan yang sudah sangat penuh dan melebihi kapasitas. Oleh karena itu pelayanan sampah di TPA Regional Piyungan tidak dapat dilakukan sejak tanggal 23 Juli 2023 sampai 5 September 2023. Sebelum surat pemberitahuan tersebut, pada 23 Mei 2023 juga terbit surat pemberitahuan yang menjelaskan tentang kedaruratan kondisi TPA Piyungan yang hampir over capacity dengan rata-rata 700 ton/hari masuk ke TPA Piyungan. Hal itu menyebabkan sampah di Kota Yogya menumpuk. Dari detik.com ditunjukkan bahwa sampah-sampah tampak berserakan hingga menutup jalan di sekitar Pathuk, Gondomanan, Kota Jogja. Bau busuk sampah langsung menyeruak di sekitar lokasi tersebut.

Sumber: detik.com

Di tempat lain, dari website cimahikota.go.id, PJ. Walikota Cimahi Dikdik S. Nugrahawan mengatakan, seiring dengan terjadinya musibah kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti Kab. Bandung Barat, mengakibatkan terganggunya proses pembuangan sampah di kawasan Bandung Raya termasuk di Kota Cimahi. Saat ini tidak bisa membuang sampah ke TPA Sarimukti karena kebakaran sampah yang masih belum padam. Oleh karena itu, pemkot Cimahi mengajak seluruh masyarakat untuk memilah sampah dari rumah.

Menurut jabar.tribunnews.co.id (29 Agustus 2023), ada empat daerah yang bersepakat untuk mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA Sarimukti hingga 50 persen, yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Gubernur Ridwan Kamil menyatakan bahwa sudah tandatangan komitmen pengurangan sampah ke Sarimukti. Sebelumnya sampah yang dibuang dari empat wilayah Bandung Raya ke TPA Sarimukti mencapai 2.000 ton per hari. Kota Bandung menjadi penyumbang tertinggi lebih dari seribu ton per hari.

Ridwan Kamil berharap kesepakatan tersebut bisa dijalankan dengan maksimal. Caranya tiap daerah mengedukasi warganya agar mengurangi sampah dan mengolah sampahnya secara mandiri. Sampah makanan, makan malam dan makan siang bisa dibuat kompos. Jangan dibuang semua pakai plastik ke depan rumah. Bila hal itu dilakukan Ridwan Kamil optimistis volume sampah yang diangkut truk ke TPA Sarimukti akan berkurang. Nantinya sampah yang dibuang ke Sarimukti hanya yang sifatnya residu atau sampah yang sudah tidak dapat diolah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline