Lihat ke Halaman Asli

Toraja: Ziarah ke Negeri Raja-Raja

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1426128232594822058

[caption id="attachment_402158" align="aligncenter" width="588" caption="Jajaran tongkonan di Kete Kesu"][/caption]

Toraja berarti orang-orang dari atas atau orang-orang dari dataran tinggi. Menurut kepercayaan Toraja, para leluhur mereka turun dari nirwana melalui tangga langit. Pemerintah kolonial Belanda pertama kali menamai suku tersebut Toraja pada 1909. Di awal abad 20, misionaris Belanda datang menyebarkan agama Kristen ke tanah Toraja. Toraja telah lama terkenal sebagai destinasi wisata. Beberapa waktu lalu, akhirnya saya bisa berkunjung ke sana bersama seorang teman. Foto-foto yang saya pajang di sini adalah jepretan sekadarnya dengan ponsel Lenovo saya yang mulai bulukan.

Tongkonan

[caption id="attachment_402159" align="aligncenter" width="420" caption="Motif bulatan (pa’barre allo), ayam dan kerbau (pa’tedong) di atap tongkonan "]

1426128284324231993

[/caption]

[caption id="attachment_402160" align="aligncenter" width="420" caption="Tulang rahang kerbau dipasang di tongkonan di situs megalitikum Kalimbuang Bori "]

1426128351144722469

[/caption]

[caption id="attachment_402161" align="aligncenter" width="420" caption="Tanduk kerbau dipasang di depan rumah "]

14261283751846221293

[/caption]

Sebelum ke Toraja, saya pikir tongkonan itu hanya ada di Kete Kesu. Ternyata sesampai di Toraja, tongkonan bertebaran dimana-mana! Tongkonan adalah rumah tradisional yang dimiliki oleh klan keluarga dan dipakai sebagai “rumah transit” kerabat yang meninggal atau untuk mengadakan pesta. Tongkonan jarang dipakai untuk rumah tinggal sehari-hari, meski ada pula beberapa tongkonan yang dipakai untuk tempat tinggal. Eksklusivitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan di daerah luar Toraja. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.

Motif bulatan menyerupai matahari disebut pa’barre allo bermakna bahwa manusia percaya segala yang ada di dunia ini berasal dari Puang Matua (Tuhan). Motif ayam jantan di atas bulatan disebut pa’manuk lodong melambangkan kepemimpinan yang bijaksana. Sementara kerbau, hewan yang paling tinggi nilai dan statusnya bagi masyarakat Toraja ini melambangkan kemakmuran dan kebangsawanan. Wah, saya bershio kerbau lho!

Motif dengan warna dominan merah, coklat, oranye dan hitam menghiasi ornamen tongkonan. Awalnya saya pikir dekorasi itu dicat belaka, namun ternyata bila diperhatikan ada ukiran halus di kayu bangunan tongkonan. Di satu rumah tongkonan dekat situs batu menhir megalitikum, saya dapati deretan rahang dan gigi kerbau dipajang di depan rumah. Ini cukup unik mengingat lazimnya yang dipajang adalah tanduk kerbau yang melambangkan prinsip yang kokoh.

Atap tongkonan masa kini terbuat dari kayu, sementara tongkonan peninggalan masa lampau biasanya dibuat dari bambu. Jajaran tongkonan di Kete Kesu terbuat dari bambu. Rumah adat yang usianya ratusan tahun itu bahkan di bagian atapnya telah ditumbuhi tanaman hijau.

[caption id="attachment_402162" align="aligncenter" width="420" caption="Tongkonan di Kete Kesu"]

14261284302052568080

[/caption]

[caption id="attachment_402163" align="aligncenter" width="420" caption="Tongkonan di Kete Kesu"]

1426128452751262164

[/caption]

Makam di Pana

[caption id="attachment_402164" align="aligncenter" width="420" caption="Banyak turis mancanegara yang berkunjung dan asal negara mereka digoreskan di papan ini"]

14261284832053918159

[/caption]

[caption id="attachment_402165" align="aligncenter" width="420" caption="Makam di Pana tak digunakan lagi"]

14261285121802487519

[/caption]

[caption id="attachment_402167" align="aligncenter" width="305" caption="Makam bayi di pohon Tarra "]

14261285511857779237

[/caption]

Makam di Pana ini termasuk situs yang tak terlalu sering dikunjungi. Di sini ada makam di tebing batu yang tampaknya tak digunakan lagi dan makam bayi di lubang pohon yang masih digunakan. Saat saya berkunjung, tampak kain kafan menjuntai dari lubang pohon Tarra, pohon bergetah yang diibaratkan sebagai pengganti ASI. Hanya bayi yang belum tumbuh gigi yang boleh dimakamkan di lubang pohon Tarra. Di dalam lubang, ada beberapa permen yang dihadiahkan peziarah untuk menemani sang bayi di alam lain sana.

Lokomata di Batutumonga



Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline