Lihat ke Halaman Asli

Pandemi, Ramadan, dan Perempuan

Diperbarui: 15 April 2021   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Pandemi, Ramadan, dan Perempuan

Pandemi Covid-19 sudah kita rasakan selama setahun lebih.

Kita merasakan hari-hari yang seharusnya disambut dengan gegap gempita dan perasaan bahagia, justru berubah sebaliknya.
Ramadan biasanya disambut dengan berbagai perayaan, seperti tarhib dan pawai Ramadan. Rasa sukacita anak-anak tarawih di masjid.
Ditambah lagi, keseruan para remaja masjid membangunkan warga untuk santap sahur. Mereka pun menabuh berbagai alat, mulai dari galon bekas yang sengaja dibawa dari rumah, panci sang emak, atau hal-hal konyol lainnya yang membuat Ramadan penuh makna. Sayangnya, itu hanya kenangan.
Bolak-balik si Abang yang baru berusia delapan tahun bertanya, "Bun, kapan kita pawai Ramadan lagi? Aku pengin kayak  waktu itu."

Kakaknya menimpali, "Dua kali Ramadan kita lalui dengan 'krik-krik-krik'".

Maksud sang kakak, rasa sepi.
Itulah beberapa argumen anak-anak menjalani Ramadan.
Sebagai seorang perempuan dan ibu, dalam kondisi apa pun, kita harus menjadi inspirasi bagi anak-anak, diri sendiri, dan lingkungan.

Di tengah hiruk pikuk  problematik yang ada, semua masalah akan selalu ada solusi di tangan seorang perempuan yang lembut dan berkemauan baja.
Dalam momen Ramadan ini, mari kita bersyukur karena masih diberi kesehatan dan kesempatan berkarya bagi diri, keluarga, dan lingkungan.

Karena makna bersyukur adalah memaksimalkan semua potensi yang kita miliki hanya untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, yaitu Allah swt.
Ramadhan adalah tempat untuk berbenah mana hal-hal yang harus kita perbaiki, seperti selama ini kita merasa dalam pengasuhan anak kurang maksimal, suka menuntut kepada anak. Pinginnya kita merubah anak untuk menjadi lebih baik, padahal yang terpenting adalah mengubah diri-sendiri dahulu sebelum mengajak  orang lain berubah.

Lebih baik memberikan teladan daripada memberikan ocehan kepada anak.
Moment Ramadhan kali ini benar-benar bermakna kalau kita bisa mengambil hikmah dari setiap aktivitas.

Penulis adalah seorang IRT dengan 3 anak.

(Ed. Renita Oktavia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline