Penulis 1 : Siti Zahra Aryani
Penulis 2 : Dr. Dinie Anggraeni, M.Pd., M.H.
Demokrasi di Indonesia memang sudah lama menjadi fondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu dasar utama demokrasi kita adalah Pancasila. Salah satu sila dalam Pancasila yang sangat terancam oleh politik uang adalah sila keempat yang berbunyi, "kenyataan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan." Sila keempat ini menekankan pentingnya pengambilan Keputusan yang melibatkan musyawarah yang mengutamakan kebijaksanaan dan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Namun, ditengah perjalanan demokrasi Indonesia, kita sering kali melihat bahwa proses pemilihan umum dan pilkada tidak lagi sepenuhnya berjalan sesuai dengan prinsip ini. Politik uang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses pemilu di Indonesia. Fenomena ini menjadi sangat mengkhawatirkan karena berhubungan langsung dengan kualitas demokrasi kita. Politik uang memanipulasi suara rakyat dan merusak nilai dasar demokrasi kita, karena pilihan yang seharusnya berdasarkan kebijaksanaan dan aspirasi rakyat. Selain memanipulasi suara rakyat juga merusak prinsip musyawarah karena suara rakyat tidak lagi didasarkan pada rasionalitas dan kepentingan Bersama melainkan pada materi.
Pada saat ini politik uang di Indonesia sudah menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan, fenomena ini bukan cuma terjadi pada saat pemilu saja tetapi juga dalam berbagai proses politik yang lain seperti pada saat membuat SIM jarang sekali ada orang yang lulus dengan semua tes yang di syaratkan tetapi kebanyakan malah menggunakan jalan belakang yang kelihatannya sudah di normalisasikan. Selain itu, politik uang juga melemahkan sistem permusyawaratan dalam demokrasi kita. Calon yang terpilih melalui politik uang sering kali tidak memiliki komitmen terhadap kesejahteraan rakyat, karena mereka merasa tidak perlu mendengarkan aspirasi yang di lontarkan oleh rakyatnya sesungguhnya. Mereka terlihat lebih cenderung memenuhi kepentingan pihak-pihak yang mendanai kampanye mereka, ketimbang membuat kebijakan yang adil dan bijaksana. Padahal, dalam demokrasi kebijakan yang diambil harus bisa mewakili seluruh lapisan masyarakat, bukan ganya golongan yang memiliki kekuatan finansial. Lebih parahnya lagi, politik uang bisa menyebabkan banyak orang menjadi apatis terhadap politik. Jika rakyat merasa bahwa suara mereka bisa dibeli, mereka mungkin mulai berfikir bahwa pilihan mereka tidak akan berdampak apa-apa. Ini bisa membuat orang-orang semakin enggan untuk berpertisipasi dalam pemilu atau bahkan lebih parah, tidak percaya lagi denga sistem demokrasi itu sendiri. Jika sudah begini, demokrasi kita akan semakin lemah.
Oleh karena itu, sangat penting untuk kita menyadari bahwa politik uang bukan hanya masalah moral atau etik, tetapi juga ancaman nyata terhadap demokrasi dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Jika kita ingin demokrasi Indonesia tetap berjalan dengan baik, maka setiap warga negara harus bisa memilih dengan hati Nurani, bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh seluruh elemen masyarakat. Hanya dengan cara itulah kitab isa menjaga agar sistem demokrasi kita tetap sesuai dengan prinsp-prinsip yang terkandung dalam Pancasila, khususnya sila keempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H