Lihat ke Halaman Asli

Memahami Tujuan dari Retorika Dakwah

Diperbarui: 27 Juni 2024   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gallery Penulis

Oleh: Syamsul Yakin dan Siti Wardatul Jannah (Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Tujuan dakwah tergambar dalam makna ayat berikut: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung" (QS. Ali Imran/3: 104).

Begitu juga dalam ayat ini: "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik" (QS. Ali Imran/3: 110).

Nabi mengajarkan teknik untuk mencapai tujuan dakwah dengan prinsip: "Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim).

Dalam konteks retorika, terdapat lima tujuan utama dalam penyampaian pesan, yaitu informatif, persuasif, rekreatif, edukatif, dan advokatif. Dalam konteks dakwah, amar ma'ruf dan nahi mungkar mencakup semua tujuan ini: menyampaikan informasi tentang kebaikan dan larangan, meyakinkan orang untuk mengikuti kebaikan dan menjauhi keburukan, memberikan inspirasi dan hiburan melalui contoh-contoh kebaikan, memberikan pembelajaran dan pengetahuan tentang nilai-nilai Islam, serta membela atau menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Dari segi cara menyampaikan pesan, terdapat minimal dua tujuan retorika, yaitu monologika dan dialogika. Monologika adalah gaya berbicara yang bersifat monolog atau satu arah, biasanya digunakan dalam pidato, ceramah, dan khutbah. Sementara itu, dialogika adalah gaya berbicara yang bersifat dialog atau dua arah.

Dalam dakwah Nabi, banyak riwayat yang memuat dakwah dialogis ini. Pertama, dalam kitab  Fathush Shamad mengutip satu hadits Nabi yang bersumber dari Ibnu Umar. Ibnu Umar bercerita, "Dalam satu perjalanan, kami bersama Rasulullah. Sekonyong-konyong seorang Arab pedalaman mendekat.

Nabi meresponsnya dengan bertanya, "Wahai kisanak, kamu hendak kemana?" Orang itu menjawab, "Hendak pulang ke keluargaku". "Apakah kisanak menginginkan kebaikan?", seloroh Nabi. Orang itu menjawab, "Apakah itu?"

abi menjelaskan, "Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan (kamu bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya".  Namun orang itu malah berkata, "Siapa saja yang akan bersaksi kepadamu untuk (membenarkan) ucapan tersebut?" Secara singkat Nabi menjawab pertanyaan orang Arab pedalaman itu, "Pohon ini atau buah ini".

Pohon yang berada di tepi jurang itu mendekatkan diri ke arah Nabi setelah bumi mendekatkannya, sehingga berada di hadapan beliau. Setelah itu, Nabi bersyahadat tiga kali. Pohon tersebut juga bersyahadat sebagaimana yang dilakukan Nabi. emudian pohon itu meninggalkan Nabi untuk kembali ke tempat asalnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline