Lihat ke Halaman Asli

Harmoni Retorika dan Dakwah: Memahami Hubungan yang Erat dalam Penyampaian Pesan Agama

Diperbarui: 22 Juni 2024   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

potret retorika dakwah

Oleh: Syamsul Yakin dan Siti Wardatul Jannah (Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Retorika dan dakwah memiliki hubungan yang sangat erat. Jika retorika adalah seni berbicara, maka dakwah secara definisi adalah kegiatan mengajak melalui berbicara. Ketika dakwah disampaikan dengan bahasa yang indah, hal itu akan menarik perhatian dan memikat pendengarnya. Inilah yang dikenal sebagai dakwah bil lisan.

Retorika meliputi komunikasi verbal, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam konteks dakwah, terdapat dakwah billisan (melalui lisan) dan bilkitabah (melalui tulisan). Dakwah mencakup tidak hanya ajakan melalui ucapan tetapi juga ajakan melalui tulisan.

Selain itu, retorika juga melalui komunikasi nonverbal, baik secara langsung maupun virtual. Dalam dakwah, ini dikenal sebagai dakwah bilhal. Dakwah bilhal dapat dilakukan secara online maupun offline. Retorika juga melibatkan bahasa tubuh dan gerakan tubuh, yang dalam konteks dakwah digunakan untuk menyampaikan keteladanan atau menjadi role model.

Jika retorika telah berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, maka dakwah juga telah berkembang dari sekadar kegiatan keagamaan menjadi kajian agama. Retorika yang awalnya merupakan warisan budaya kini telah berkembang, begitu pula dakwah yang kini menjadi ilmu dakwah yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi.

Jika retorika bertujuan untuk menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif, maka pesan dakwah yang meliputi akidah, syariat, dan akhlak juga dapat disampaikan dengan cara-cara tersebut. Bahkan, pada tingkat tertentu, tujuan dari retorika dan dakwah sama-sama bersifat edukatif.

Dalam konteks tujuan persuasif dari retorika, dakwah memiliki metode komunikasi seperti dakwah bilhikmah, ceramah, dan diskusi yang perlu disampaikan dengan penuh kelembutan.

Jika dalam pengembangan retorika diperlukan penggunaan bahasa baku dan didasarkan pada data serta riset, hal yang sama berlaku untuk dakwah, baik billisan, bilkitabah, dan bilhal. Hal ini menjadi lebih penting terutama karena audiens menjadi lebih kritis dan rasional.

Dalam retorika, Aristoteles mengajarkan pentingnya memahami dan menggunakan pathos, logos, dan ethos, yang harus dimiliki oleh para dai, baik secara intelektual maupun spiritual. Namun dalam konteks pathos, ekspresi sedih atau gembira bagi para dai, bukanlah hanya tentang retorika belaka.

Dalam berdakwah, penting untuk menguasai retorika baik secara verbal maupun nonverbal. Sebaliknya, dalam beretorika, diharapkan untuk menyertakan konten dakwah seperti akidah, syariah, dan akhlak. Tanpa retorika, dakwah menjadi tidak efektif, dan sebaliknya, retorika tanpa muatan dakwah menjadi kurang bermakna.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline