Lihat ke Halaman Asli

Siti Swandari

Penulis lepas

Seni Pitutur Jawa: Wejangan Pedoman Hidup

Diperbarui: 4 April 2017   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14050824111850169612

[caption id="attachment_333149" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber Gambar: titikbaliksukmologi.blogspot.com"][/caption]

Dari mengambil pensiun saya terus ke supermarket dekat rumah untuk membeli keperluan harian dan buah-buahan.
Disini saya disapa oleh seorang ibu sepuh yang ternyata tante dari salah satu teman saya.
Memakai bahasa Jawa krama-inggil yang santun, saya benar-benar  terpesona.

Usia beliau sudah 82 tahun tetapi masih tampak sehat, sopan, tenang, anggun, sabar dan masih suka tertawa. Beliau dahulu notaris dikota saya.
Sesampai dirumah, mungkin karena terpengaruh oleh bahasa Jawa karma-inggilnya, saya jadi ingat ibu dan keluarga besar saya, yang selalu memakai bahasa itu kesehariannya.

Beberapa hari yang lalu saya membaca tulisan mbak Aridha Prassetya tentang wejangan dari ayahanda tentang kesabaran yang memakai bahasa Jawa.
Saya jadi ingat lagi tentang beberapa wejangan dan seni pitutur Jawa yang luhur tentang pedoman hidup.

Ini beberapa diantaranya :

1.  Sabar subur, gemi setiti mukti, artinya : Sabar itu akhirnya subur/bahagia, hemat cermat itu rahmat.
2.  Dora lara, goroh kerogoh, artinya : Berdusta itu menderita, Menipu itu akhirnya tertipu.
3.  Aja dumeh, mengko mundak keweleh, artinya : Jangan suka meremehkan, nanti malu sendiri/tercemar diri sendiri
4.  Lut-lutan lowe, nyamber buntute dewe. Artinya : Orang yang memfitnah orang lain, tetapi fitnah itu mengenai diri sendiri.
5.  Ora nyedak wong ladak, ora nyanding wong muring-muring, artinya : Tidak mendekati orang yang congkak, tidak mendampingi orang yang marah-marah.
6.  Singa papa ngulati mangsa, artinya : Orang yang menipu rakyat, pura-pura berbuat baik tetapi tujuannya mencari untung/mangsa.
7.  Ojo geguyon mundak kleru, ojo anggak mundak kelenggak, artinya : Jangan suka mentertawai orang lain, karena bisa keliru, jangan terlalu angkuh, bisa terhempas.
8.  Pamer cemer, gemendung glundung, artinya : Pamer bisa mengurangi harga diri
congkak dan tinggi hati bisa tergelincir.
9.  Ajining diri gumantung saka lati, ertinya : Harga diri kita tergantung dari mulut
kita sendiri, meskipun tinggi derajadnya tetapi jika mulut kita tidak bisa di
percaya, dapat di pastikan hilang harga diri dan kewibawaan.
10.   Ana gunem mingkem, ana catur mungkur, ana padu mlebu, artinya : Ada
percekcokan tutup mulut, ada pembicaraan menjelekkan orang lain, tidak usah
mendengarkan, ada perselsihan menyingkirkan diri.

Sebenarnya masih banyak lagi pitutur yang lain, tetapi semoga saja yang sedikit ini bisa membuka mata hati kita, menata nurani bening sanubari kita, untuk meraih kebajikan, kebijakan yang arif dan kearifan yang luhur.

*** Orang yang mempunyai martabat paling tinggi ialah orang yang memikirkan sesuatu dengan sebaik-baiknya, merasakan sesuatu dengan cara paling santun dan bijak, serta bertindak dengan cara yang paling baik.
( P.J.Boiley )

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline