Lihat ke Halaman Asli

Siti Swandari

Penulis lepas

Novel: Darah Biru yang Terluka (23)

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: www.tokopedia.com

[caption id="" align="aligncenter" width="241" caption="Sumber Gambar: www.tokopedia.com"][/caption] Lanjutan Langkah dari *Menyongsong Petir * … apa yang terjadi setelah Puspita Puteri “ kembali “ dari petualangannya di Majapahi. Galih Jati Kusuma, sayatan sembilu yang pedih . terperangkap kemelut di negara Galuga, yang mentakjubkan, gemerlap tapi mencekam, ,… sebuah thriller, misteri, romantis yang menyentuh serta menyapa lembut setiap nurani, Bagian ke Dua Puluh Tiga : Siapa Yang Berkunjung ? Ada ketukan di pintu, Nini Sedah masuk. Dan bersama Putri Kuning langsung tahu dan memperhatikan. Ikut mengawasi sinar yang berpendar di sekitar kotak pusaka Yogi Puteri. Kami semua terkesima. Sinar itu makin terang dan berubah-rubah warna, kadang merah, biru, hijau, kuning, ungu berganti terus. Dan perlahan, seperti ada kekuatan yang tak tertahankan, menyuruh aku untuk membuka kotak senjata itu. Aku membukanya dan sinar itu menjadi bias tersebar keseluruh kamar. Gemerlap menyilaukan mata, Nini Sedah cepat mengunci kamar. Aku mengambil senjata itu, warnanya bisa berubah-rubah, aneka warna ada di sana, … tiba-tiba terasa tanganku di genggan oleh tangan yang amat kuat. Kuat dan makin kuat genggaman itu meremas, kuat sekali sehingga terasa sakit yang pedih. Aku berusaha bertahan, terus bertahan sampai susah bernafas. Kemudian kurasa genggaman mengendur, melemah, makin lemah dan menjadi halus, makin halus Halus lembut seperti sutera, sinar-sinarnyapun meredup dan kemudian perlahan hilang lenyap.. Aku menoleh melihat Nini Sedah dan puteri Kuning, nafas ini memburu Melihat mereka berdua berangkulan dan duduk bersimpuh di lantai. Ku masukkan kembali senjata itu di kotaknya, aku duduk di kursi. Mengatur kembali nafasku yang tersenggal, seperti kehabisan tenaga. Kemudian aku minum karena keringatku seperti bersimbah keseluruh tubuh. Keadaan sunyi sepi, senyap, hening Nini Sedah dan putri Kuning masih bersimpuh tidak berani bergerak dan tertunduk. “Nini Sedah dan Puteri Kuning, silahkan duduk di kursi, aku sudah tidak apa-apa.” aku mengusap-usap wajahku dan tersenyum. Puteri Kuning memelukku. “Engkau tidak apa-apa Puteri ?.” dia memandangi wajahku, aku menggeleng. Dia kembali memelukku, Nini Sedah juga memeluk aku seolah terhisak, kami saling berpelukan dengan erat. Tidak ada kata-kata yang keluar saat itu. Nini Sedah memandangku dengan pesona yang sukar di ungkap, tapi kemudian menuju pintu. Nini Sedah beranjak keluar “Aku akan membuat jamu untuk kalian berdua, … istirahat saja dahulu.” kata itu seolah di tujukan padaku, “Iya Nini “ aku tersenyum. Kemudian Putri Kuning bercerita bahwa dia dan Nini Sedah amat ketakutan melihat keadaanku tadi Mereka melihat aku di selimuti oleh sinar yang beraneka warna dan silih ber ganti-ganti. Putri Kuning merasa ngeri dan tidak bisa menahan diri, ingin menangis, tapi di pegang erat oleh Nini Sedah. “Apa yang terjadi padamu Puteri ?, engkau di sapa oleh Yogi Puteri ?.” Akupun berceritera apa yang terjadi, kulihat puteri Kuning menoleh kesana-sini dengan waspada,”Yogi Puteri ada disini rupanya.” katanya sambil berbisik Akupun ikut mencari-cari dan melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa. “Bagaimana wajah Yogi Puteri itu sebenarnya ?.” aku tanya pada puteri Kuning “Yogi Puteri itu sudah sepuh, lebih tua dari Nini Sedah, warnanya biru terang. Pribadinya tenang, dan sabar sekali, tidak suka bicara, ilmunya tinggi sekali.” “Waktu masih muda amat elok, banyak ksatria yang jatuh cinta padanya, tetapi beliau tidak pernah menikah. .” “Orangnya lembut sekali ya ?” aku tanya, puteri Kuning memandangku heran. “Iya sekalipun seorang pendekar, beliau tetap lembut layaknya puteri keraton, kamu tahu Puteri ?.” aku mengangguk “Tadi aku merasakan genggamannya, bisa kurasakan kekukuhan sekaligus kelembutannya.” aku menjawabnya dan kita berdua terdiam, merenung. Seorang ponggawa diiringi dua orang juru masak mengetuk dan memasuki kamar dengan membawa aneka buah-buahan dan minuman yang segar. Juga mengatakan kalau Nini Sedah masih membuat jamu untuk kami. Dimeja tertata aneka buah itu, puteri dan aku mulai menikmatinya. “Apakah Nini Sedah pernah menikah ? “ aku bertanya “Iya pernah, dahulu Nini Sedah semasa gadisnya pernah sakit parah dan yang bisa menyembuhkan ya Aki Sedah itulah,” “Oh, seperti dokter ya Aki Sedah itu .?” aku tanya “Apa dokter itu Puteri ?” puteri Kuning bertanya heran “Mmm, … seorang ahli penyembuh ditempatku disebut dokter.” “Nini Sedah tidak mempunyai anak ya ?” putri Kuning mengangguk “Aki Sedah sudah meninggal ?.” dia menggeleng “Kita semua tidak tahu, tiba-tiba menghilang dan sampai sekarang tidak kembali” Puteri Kuning seolah mengingat “Sudah di cari kemana-mana, tetapi tidak ketemu,” kulihat Kuning menghela nafas “Kita khawatir beliau diculik ke Kemayang, Aki Sedah itu penyembuh mumpuni.” “Apa beliau bukan seorang pendekar ?, kok gampang bisa di culik ?.” “Bukan, Aki Sedah bukan seorang pendekar, beliau seorang penyembuh.” “Apa Kemayang banyak menculik warga Galuga ?.” putri Kuning mengangguk “Kakang Narpati kan seorang pendekar, bisa di culik juga ?.” “Banyak jawara di Kemayang yang lebih sakti dari senapati dan ksatria dari Galuga Puteri.” dia memandang dan menerawang jauh. “Mereka hanya takut kepada Yogi Putri, yang lainnya bisa dikalahkan oleh jawara dari sana.” :Mudah2-an kamu Puteri yang bisa menolong kita semua.”, aku mengangguk Ada ketukan di pintu, putri Kuning langsung membukakan pintu. Nini Sedah masuk, diantar seorang membawa beberapa jamu-jamuan. Bau jamu yang segar segera mengundang kita, aku dan putri Kuning bangkit dan mengikuti Nini Sedah .




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline