Lihat ke Halaman Asli

Siti Swandari

Penulis lepas

Darah Biru yang Terluka ( 58 )

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423916306638680817

[caption id="attachment_368920" align="aligncenter" width="500" caption="Sumber Gambar: anisyazila.blogspot.com"][/caption]

Bagian ke Lima Puluh Delapan : TUMBAL SEBUAH CINTA (B)

Aku dan Nini Sedah saling berpandangan, ada isyarat mata disana, hanya kami yang tahu artinya.

Kulihat Nini Sedah mengangguk, aku juga mengangguk, sebuah pedang dilempar berputar, kuterima dengan tangan kananku dan kemudian yang sebuah lagi juga dilempar dengan keras.

Setelah dekat kuhentak dengan pedangku, berdencing, melenting melontar keatas dan kuterima dengan tangan kiriku sambil berputar.

Samudera Laksa melihat Nini Sedah dan kemudian melihatku.
Aku juga melihat pada Samudera Laksa, kita berhadapan.

Sekilas dia juga memandang panglima Maruta yang memperhatikan dia dengan pandangan yang garang, ada dua pedang di tangannya.

Tiba-tiba dia meloncat, membabat pedangku dengan ganas, aku mengelak dan mundur kesamping. Dia agak terdorong hampir jatuh terbabit saking keras ayunan pedangnya sendiri.

Dia terus memburu, dan dua pedang beradu dengan keras, berdencing-berdenting, ada percikan api saat dua pedang beradu dengan keras.

Aku agak terbawa, hampir terpeleset. Tenaganya kuat sekali didorong kemarahan yang mem-buta
Tapi kakiku sempat menyepak punggungnya, dia sempoyongan, hampir jatuh.

Dia cepat bersiap, kedua pedangnya dipegangnya makin erat.
Kita berhadapan lagi, kulihat dia makin garang, memperhatikan langkahku.
Dia membacok dengan keras dan satu pedangku terlepas, tetapi pedangku yang satu sempat membabat pedangnya yang lain hingga terlepas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline