Komunikasi keluarga memberi peranan penting dalam membentuk perkembangan emosi anak balita. Balita menjadi masa krusial sebab pada periode ini mereka sedang aktif dalam dalam membangun pondasi emosionalnya dalam tahap perkembangan. Keluarga merupakan kesatuan interaksi dan komunikasi dari keterlibatan, baik sebagai suami dan istri maupun orang tua dan anak. Komunikasi antara keluarga akhir-akhir ini sering diperbincangkan terutama gen Z yang telah melek akan keluarga harmonis atau yang mereka sebut keluarga cemara. Komuikasi sendiri diartikan sebagai proses interaksi antara dua orang atau lebih.
Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga dibagi menjadi tiga yaitu komunikasi sebagai aksi atau satu arah, komunikasi sebagai interaksi dua arah, dan ketiga adalah komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi yang baik dalam keluarga juga tak lepas dari parenting yang diberikan orang tua kepada anaknya.
Peran orang tua terutama seorang ibu, memiliki dampak signifikan terhadap komunikasi anak dalam menyampaikan emosional sosial dan dalam pola pendidikan anak. Interaksi antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga terus berpengaruh selama masa balita dan pada tahap kehidupan dewasa. Karenanya, aspek yang paling menarik dalam penelitian tentang peran interaksi orang tua dan anak adalah peran orang tua itu sendiri.
Anak balita mulai membangun keterampilan sosial dan emosional, mereka belajar berkomunikasi dengan orang lain, mengidentifikasi perasaan mereka sendiri dan orang lain, serta memulai proses pembentukan hubungan sosial. Anak balita yang mampu menguasai kecerdasan emosional cenderung memiliki kemampuan untuk mengatur pemikiran dan perilaku mereka ketika mereka menanggapi berbagai situasi yang muncul dalam lingkungan sosial.
Keluarga adalah tempat pertama anak belajar tentang kehidupan dan perilaku sehari-hari di masyarakat, namun pergeseran peran keluarga seringkali menyebabkan kehilangan fungsi aslinya. Keluarga yang harmonis berperan positif terhadap pembentukan kepribadian anak, keluarga yang tidak harmonis akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak terutama berkaitan dengan masalah emosional.
Orang tua yang memiliki anak balita memiliki cara yang hampir sama untuk menangani emosi anaknya yaitu dengan mendengarkan keluh kesah pada anaknya. Ketika anak marah rata-rata ibu melakukan komunikasi secara langsung dengan mencontohkan kata-kata baik seperti terima kasih, tolong, dan maaf.
Hal ini dinyatakan oleh orang tua bahwa anaknya dapat mengeluarkan perasaan yang dirasa misalnya ketika dia menyukai sesuatu maupun tidak menyukai sesuatu. Akan tetapi, emosional balita yang belum stabil terkadang balita tersebut tiba-tiba emosi. Usia orang tua juga mempengaruhi komunikasi yang diterapkan pada anak, karena usia juga mempengaruhi kesiapan dalam mengurus anak.
Selain itu, manajemen para orang tua dalam mengatur pekerjaan rumah juga berbeda-beda tergantung pada kesibukan orang tua masing-masing. Namun, mereka tetap menyempatkan untuk quality time bersama balita mereka. Lalu dalam mengatur pekerjaan rumah narasumber lebih memilih anaknya untuk tidur terlebih dahulu baru melanjutkan pekerjaannya lalu pada orang tua yang bekerja memilih quality time dengan anak dimaksimalkan pada hari Sabtu dan Minggu sehingga komunikasi dengan anak tetap berjalan. Sehingga, orang tua lebih mendahulukan kepentingan balita karena dalam masa ini balita lebih butuh adanya orang tua untuk membentuk karakter balita.
Keluarga berperan memberikan pendidikan dan pembinaan agar perkembangan anak dapat mengalami peningkatan, terutama secara kognitif, emosional, bahkan perkembangan fisik. Proses perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh keluarga apabila pola komunikasi keluarga sudah terjalin dengan baik maka tentunya akan tercipta lingkungan yang kondusif untuk membentuk kepribadian anak.
Sebuah komunikasi di dalam keluarga harus dibiasakan di kehidupan sehari-hari sebab dengan adanya komunikasi setiap anggota keluarga akan mampu merasakan emosional, kasih sayang, dan perasaan saling membutuhkan. Pola komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemampuan individu dalam berkomunikasi pada anak mulai dari tatapan mata, ekspresi emosi, serta meminta perhatian. Interaksi positif dan ekspresi emosional dari orang tua juga mempengaruhi perkembangan emosional balita.
Pola komunikasi keluarga menjadi akar yang mendasari perkembangan emosi anak. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak yaitu dengan cara pendekatan orang tua emotion coaching (pelatihan emosi). Orang tua yang melakukan pendekatan tersebut akan memantau emosi yang diekspresikan oleh anak dengan melihat emosi negatif yang dialami oleh anak sebagai kesempatan untuk memberikan pengertian dan mengajarkan bagaimana yang baik dan buruk.