Oleh Siti Sulamah
Salah satu bunyi ikrar Sumpah Pemuda yaitu Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia. Sungguh beruntung rakyat Indonesia. Memiliki Founding Fathers yang sangat visioner.
Mereka sudah tahu bahwa Bahasa Indonesia bisa menjadi alat komunikasi untuk mempersatukan ratusan bahasa daerah yang ada di Nusantara. Dalam kedudukannya sebagai Bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi untuk mempersatukan berbagai suku bangsa juga sebagai sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya di seluruh wilayah Indonesia.
Slogan Literasi Indonesia berbunyi, Pertama, Utamakan Bahasa Indonesia. Kedua, Lestarikan Bahasa daerah. Ketiga, Kuasai Bahasa Asing. Dari slogan literasi tersebut jelas terpampang nyata, bahwa kita harus mengutamakan bahasa indonesia.
Merasa bangga untuk menggunakannya, dan tentu saja harus mempelajarinya. Tujuan belajar bahasa adalah agar kita bisa berbahasa dengan baik dan benar. Berbahasa dengan baik, berarti saat berkomunikasi kita perlu memperhatikan situasi, di mana, dengan siapa, dan kapan kita berbahasa. Sedangakan berbahasa dengan benar, artinya dalam berbahasa perlu mengetahui kaidah bahasa yang benar, sesuai dengan aturan/sistem kebahasaan.
Yang menjadi pertanyaan apakah kita sudah bisa berbahasa dengan baik dan benar?Pertanyaan paling lantang tentu saja ditujukan untuk diri penulis sendiri. Menurut penulis, setiap profesi yang tugasnya ada interaksi dengan orang lain seharusnya memiliki keterampilan berbahasa yang memadai. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi miskomunikasi yang dapat menyebabkan salah persepsi.
Demikian juga bagi publik figur, pengambil keputusan. Sebelum menyampaikan sebuah statemen, seyogyanya berpikir dulu. Apakah pernyataan yang akan disampaikan nanti bisa menimbulkan salah paham, menyebabkan blunder, atau menimbulkan gejolak di masyarakat.
Akhir-akhir ini sering kita dengar tokoh yang "ngasal bicara" di hadapan publik. Entah karena sengaja,"ngelawak", atau memang kurang paham dengan apa yang disampaikan.
Setelah viral, dan menimbulkan kehebohan, baru dia jelaskan bahwa maksudnya bukan seperti itu. Menyedihkan bercampur menggelikan. Kadang kasihan. Bukannya menjadi panutan malah jadi olok-olokan.
Kadang penulis bertanya, tidak adakah syarat bagi seorang yang ingin menjadi pejabat publik, yang notabene akan berhadapan dengan masyarakat,untuk memilki Sertifikat Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) dengan level tertentu. Makin tinggi jabatan yang diemban, seyogyanya makin tinggi level UKBI-nya.
Pertanyaan itu juga penulis tujukan untuk Perguruan Tinggi, perusahaan-perusahaan yang mensyaratkan calon mahasiswa atau calon pekerjanya harus memiliki Sertifikat toefl dengan nilai tertentu.