PPN pertama kali diterapkan di Indonesia pada tahun 1985, menggantikan Pajak Penjualan yang diterapkan sejak 1951. PPN ini merupakan pajak tidak langsung, yang artinya beban pajak tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Selama beberapa dekade, tarif PPN Indonesia telah mengalami beberapa perubahan, dengan tarif terakhir adalah 11% pada tahun 2022.
Namun, seiring dengan kebutuhan untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendanai berbagai program pembangunan, pada 2025, pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12%. Keputusan ini diambil berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada tahun 2021.
Apa Dampak Kenaikan PPN 12%?
1.Dampak pada Konsumen
Peningkatan tarif PPN menjadi 12% tentu akan meningkatkan harga barang dan jasa yang dibeli konsumen. Meskipun kenaikan tarif ini mungkin terasa tidak signifikan bagi sebagian orang, namun bagi kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah, dampaknya bisa lebih terasa pada barang-barang yang sering mereka konsumsi, seperti bahan pangan dan kebutuhan pokok.
2.Dampak pada Ekonomi
Dari sisi perekonomian, pemerintah berharap penerimaan pajak yang lebih tinggi dapat mendukung pembiayaan berbagai proyek infrastruktur dan layanan publik. Pemerintah mengklaim bahwa pendapatan tambahan dari PPN ini akan digunakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan mendanai program-program yang mendukung kesejahteraan rakyat.
Barang dan Jasa yang Terkena Dampak
Pemerintah telah menetapkan bahwa kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, daging, ikan, telur, susu segar, sayuran, dan air minum tetap bebas PPN atau dikenakan tarif 0%. Jasa Pendidikan, kesehatan dan transportasi umum juga tetap dikecualikan dari pajak. kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
Namun, kenaikan tarif ini lebih banyak ditujukan kepada barang dan jasa yang tergolong mewah, seperti pesawat pribadi, kapal pesiarm dan properti bernilai tinggi. Langkah ini diambil untuk menciptakan keadilan pajak, dimana masyarakat dengan kemampuan ekonomi lebih besar berkontribusi lebih besar pula kepada negara.
Dasar Hukum dan Implementasi
Penerapan PPN 12% didukung oleh peraturan Menteri Keuangan (PMK)Nomor 13Tahun 2024, yang menjadi pedoman pelaksanaan kebijakan ini. PMK tersebut mengatur mekanisme pengenaan PPN pada impor dan penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) maupun Jasa Kena Pajak (JKP).Dengan regulasi ini, pemerintah memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dalam menghitung dan melaporkan kewajiban pajaknya.
Perbandingan dengan Negara Lain
Indonesia, dengan tarif PPN yang sebelumnya 10% dan yang akan menjadi 12%, berada di tengah-tengah dibandingkan dengan negara-negara lain. Sebagai contoh, Filipina telah menetapkan tarif PPN sebesar 12%, sementara negara-negara seperti Malaysia menerapkan tarif lebih rendah, yaitu 6%. Meskipun tarif Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara ASEAN, namun kebijakan ini dianggap sebagai langkah yang wajar untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama di tengah kebutuhan pembangunan yang semakin besar.
Langkah Pemerintah untuk Menanggulangi Dampak PPN
Kenaikan tarif PPN tentu menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi daya beli masyarakat dan aktivitas usaha, Untuk mengurangi dampak negatif bagi masyarakat, pemerintah telah mengumumkan beberapa kebijakan mitigasi, antara lain:
1.Insentif untuk Sektor Tertentu
Pemerintah memberikan berbagai insentif untuk sektor-sektor tertentu guna menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.contohnya seperti;
- Kendaraan Listrik : Pemerintah telah menetapkan insentif berupa pembebasan atau pengurangan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan listrik. Kebijakan ini bertujuan mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan dan mengurangi emisi karbon.
- Properti : Untuk sektor Properti, pemerintah memberikan insentif PPN DPT, khususnya untuk rumah sederhana atau rumah subsidi, guna membantu masyarakat berpenghasilan rendah memperoleh hunian yang layak.
- Barang Ramah Lingkungan : Pemerintah juga menyiapkan anggaran subsidi sebesarRp 11,4T untuk mendorong permintaan masyarakata terhadap kendaraan ramah lingkungan, sebagai bagian dari upaya menjalankan industri hijau
2. Pengecualian untuk Kebutuhan Dasar