Menjadi mahasiswa di era digital saat ini tidak hanya dituntut untuk memiliki nilai akademis yang memuaskan atau meraih prestasi dibidang non akademik yang gemilang. Faktanya, saat hendak melamar pekerjaan banyak perusahaan kini melakukan pengecekan menyeluruh terhadap media sosial calon karyawan mereka, termasuk para freshgraduate yang baru saja menyelesaikan studinya. LinkedIn, Instagram, bahkan Facebook menjadi "CV digital" yang tak kalah pentingnya dari transkrip nilai.
Fenomena ini mendorong banyak mahasiswa untuk berlomba-lomba membangun personal branding di media sosial. Namun, dalam upaya menciptakan citra diri yang "marketable", tidak jarang mahasiswa terjebak dalam budaya flexing atau memamerkan gaya hidup dan pencapaian yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.
Apasih Personal Branding itu?
Personal branding adalah cara seseorang mempromosikan dan membangun citra dirinya sendiri sebagai brand. Proses ini melibatkan penggunaan strategi pemasaran untuk mengembangkan dan mempertahankan identitas yang unik serta positif dalam benak orang lain.
Tujuan personal branding adalah untuk membangun kesan positif seseorang terhadap diri sendiri, serta meningkatkan kredibilitas, koneksi, dan peluang di masa depan. Dalam dunia profesional, personal branding menentukan posisi seseorang di tempat kerja, seberapa berpengaruh suaranya untuk didengar, dan masih banyak lagi.
Apasih Flexing Itu?
Sementara itu, Menurut Cambridge Dictionary, flexing adalah tindakan untuk menunjukkan sesuatu yang kalian miliki atau raih, akan tetapi dengan cara yang dianggap orang lain tak menyenangkan. Lalu, menurut kamus Merriam Webster, flexing adalah tindakan memamerkan sesuatu yang dimiliki secara pribadi dengan cara lebih mencolok.
Kedua definisi ini menyoroti cara pamer yang berlebihan dan dramatis, di mana individu menampilkan kekayaan atau pencapaian mereka secara mencolok untuk menarik perhatian dan mengesankan orang lain.
Istilah flexing sendiri pertama kali digunakan pada tahun 1899 oleh Thorstein Veblen di bukunya yang berjudul The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions.
Menurut sebuah survei yang dikatakan oleh Apollo Technical 70% manajer mengatakan mereka berhasil merekrut kandidat melalui media sosial. Hal ini sangat masuk akal karena di sanalah para kandidat milenial kini ditemukan.
Kemudian, Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2020 terhadap 1.005 pembuat keputusan perekrutan oleh jajak pendapat Harris menemukan bahwa 67% pemberi kerja menggunakan situs media sosial untuk meneliti calon kandidat pekerjaan dan 70% pengusaha dalam survei yang sama juga percaya bahwa setiap perusahaan harus menyaring profil media sosial kandidat potensial saat mempertimbangkan mereka untuk peluang kerja.