Lihat ke Halaman Asli

Hakikat Manusia Menurut Psikologi Islam

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

HAKIKAT MANUSIA MENURUT PSIKOLOGI ISLAM

PEMBAHASAN
Pandangan Islam terhadap manusia
Konsep Islam memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki keunikan dan keistimewaan tertentu. Sebagai salah satu makhluk-Nya, karakteristik eksistensi manusia harus dicari dalam relasi dengan sang Pencipta dan makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Yaitu diantaranya hubungan manusia dengan sang Pencipta (hablun minallah) dengan kewajiban beribadah kepada-Nya. (Q.S 51: 56) atau menjadi ingkar dan syirik kepada-Nya. (Q.S 4 :48).
Untuk menjadikan hubungan tersebut berjalan normal, maka dianugerahkan berbagai potensi yang dipersiapkan untuk kepentingan pengaturan hubungan tersebut. Anugerah tersebut antara lain berupa dorongan naluri, perangkat inderawi, kemampuan akal dan fitrah agama yang jika dikembangkan melalui bimbingan yang baik akan mampu mengantarkan manusia mencapai sukses dalam kehidupannya sebagai makhluk yang taat mengabdi kepada Penciptanya.
Berangkat dari pandangan ini terungkap bahwa manusia merupakan makhluk terpola oleh fitrah ciptaan-Nya. Dan sikap ketundukan kepada Penciptanya merupakan salah satu unsur yang termuat dalam pola tersebut.  Potensi ini pula yang merupakan benih dari rasa keberagaman yang terdapat pada diri manusia. Dengan demikian, psikologi agama dalam pandangan Islam berawal dari pendekatan fitrah keagamaan itu sendiri. Kesadaran dan pengalaman keagamaan dinilai sebagai faktor bawaan yang berkembang melalui bimbingan. Pengembangan awal berangkat dari kedua orang tua dalam lingkungan keluarga.
Manusia menurut terminologi  Al Qur'an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Manusia disebut “al basyar” berdasarkan pendekatan aspek biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makhluk generatif (berketurunan). Sedang dilihat dari fungsi dan potensi yang dimilikinya, manusia disebut “al insan”. Konsep al insan menggambarkan fungsi manusia sebagai penyandang khalifah Tuhan yang dikaitkan dengan proses penciptaan dan pertumbuhan serta perkembangannya (Q.S 2:30, dan  Q.S 23:12-14). Selain itu konsep al insan juga menunjukkan potensi yang dimiliki manusia seperti kemampuan untuk mengembangkan ilmu (Q.S 96:4-5). Dan juga konsep ini menggambarkan sifat-sifat dan tanggung jawab manusia seperti lupa, khilaf, tergesa-gesa, suka membantah, kikir, tidak bersyukur dan sebagainya. Namun kepada-Nya tanggung jawab untuk berbuat baik. (Q.S 29:8)
Selanjutnya manusia disebut “al nas”  yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya. Selain sebagai makhluk sosial, manusia juga dibebankan tanggung jawab sosial, baik dalam bentuk lingkungan sosial yang paling kecil (keluarga) maupun yang lebih besar seperti masyarakat, etnik maupun bangsa. Manusia juga disebut al insan untuk menggambarkan aspek spiritual yang dimilikinya.
Dalam bentuk pengertian umum,  Al Qur'an menyebut manusia sebagai “bani Adam”. Konsep ini untuk menggambarkan nilai-nilai universal perbedaan jenis kelamin, ras dan suku bangsa ataupun aliran kepercayaan masing-masing. Bani Adam menggambarkan tentang kesamaan dari persamaan manusia  yang tampak lebih ditekankan pada aspek fisik.
B.  Hakikat manusia menurut psikologi  Islam
Manusia sebagai makhluk psikis menurut Imam Ghazali ada empat unsur-unsur kejiwaan yang terdiri atas:
1.    Qalbu. Qalbu mempunyai dua arti yaitu fisik dan metafisik. Qalu dalam arti fisik adalah jantung, berupa segumpal daging berbentuk lonjong, terletak di dalam dada sebelah kiri. Sedangkan dalam arti metafisik dinyatakan sebagai karunia Tuhan yang halus, bersifat ruhaniyah dan ketuhanan, yang mempunyai hubungan dengan jantung. Qalbu yang halus dan indah inilah hakikat kemanusiaan yang mengenal dan mengetahui segalanya, serta menjadi sasaran perintah, cela, hukuman dan tuntutan Tuhan.
2.    Kognisi ruh. Yang diartikan sebagai “nyawa” atau sumber hidup dan diartikan sebagai suatu yang halus dan indah dalam diri manusia yang mengetahui dan mengenal segalanya seperti halnya qalbu dalam arti metafisik.
3. Nafsu. Nafsu terbagi menjadi tiga yaitu nafsu mutmainnah yang memberi ketenangan batin, nafsu amarah yang mendorong kepada tindakan negatif, nafsu lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul penyesalan. Nafsu mencakup gejala ambang sadar dan yang berada di bawah ambang sadar. Sedangkan qalbu sebagai wadah dari gejala ambang sadar manusia.
4. Akal. Yaitu daya pikir atau potensi intelligensi manusia yang mencakup dorongan moral untuk melakukan kebaikan dan menghindarkan dari kesalahan karena adanya kemampuan manusia untuk berpikir dan memahami persoalan.

C.  Perkembangan manusia dalam psikologi Islam
Dalam psikologi Islam telah dijelaskan bagaimana hubungan antara tingkat perkembangan anak yaitu :
1.    Masa bayi. Pada masa ini masih memiliki rasa ketergantungan melalui pengalaman-pengalaman yang diterima dari lingkungannya dan insting keagamaan. Yaitu memiliki fitrah untuk beriman kepada Tuhan.
2.    Masa anak. Dalam hal ini anak belum menyadari benar perasaan ketuhanan (keagamaan). Tuhan bagi anak masih dalam masa fantasi atau gambarannya disamakan dengan makhluk/ manusia lainnya. Contohnya anak sering menanyakan Tuhan rumah-Nya di mana dan lain-lain.
3.    Masa remaja. Pada masa ini mengarah kepada kematangan sosial. Awal periode pubertas sudah harus mulai diwaspadai serta diperhatikan oleh para orang tua. Upaya yang dilakukan antara lain menurut rasul Allah adalah dengan membiasakan anak-anak usia tujuh tahun untuk melaksanakan shalat dan mulai diperkeras ketika mereka menginjak usia sepuluh tahun, serta memisahkan tempat tidur mereka. dengan demikian diharapkan kebiasaan ini akan membentuk sikap yang positif dalam diri anak.
4.    Masa muda. Pada masa ini seseorang sudah mulai memikirkan masa untuk menikah.
5. Masa dewasa. Pada masa ini seseorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya, ia sudah mulai membuat rencana kehidupan serta sudah mulai memilih dan menentukan jalan hidup (way of life) yang hendak ditemui. Masa ini adalah masa peralihan dari masa remaja atau masa pemuda ke masa dewasa.
6.  Masa lanjut usia. Yaitu manusia tidak produktif lagi. Secara garis besarnya ciri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah kehidupan keagamaan pada usia ini sudah mencapai tingkat kemantapan, menerima pendapat keagamaan, mengakui terhadap realita kehidupan akhirat, timbulnya rasa takut pada kematian sehingga berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).

Dari pembahasan Hakikat manusia menurut psikologi Islam dapat kami simpulkan sebagai berikut  :
1.    Pandangan Islam terhadap manusia yaitu manusia menurut terminologi  Al Qur'an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu  manusia disebut “al basyar” , manusia disebut “al insan” , manusia disebut “al nas” dan manusia sebagai “bani Adam”.
2.  Hakikat manusia menurut psikologi Islam yaitu menurut Imam Ghazali terdiri atas: qalbu, kognisi ruh, nafsu, akal.
3. Perkembangan manusia dalam psikologi Islam yaitu terdiri dari : masa bayi, masa anak, masa remaja, masa muda, masa dewasa dan masa lanjut usia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline