Lihat ke Halaman Asli

Siti Robiatul

Mahasiswa Ekonomi Syariah di UIN Sunan Ampel Surabaya

Potensi Islamic Branding pada Fintech Sharia dalam Menghadapi Persaingan Industri Halal

Diperbarui: 27 Juni 2023   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam beberapa tahun terakhir Ekonomi Islam dan Industri halal menjadi pusat perhatian karena sedang marak dan memiliki potensi besar sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu akan berpotensi mempercepat pertumbuhan di sektor Industri Halal. Hal ini dikuatkan atas data dari The State of Global Islamic Economy Report pada tahun 2020-2021, tercatat total belanja umat muslim dunia untuk membelanjakan kebutuhan kosmetik halal, makanan halal, pariwisata, fashion halal, dan lainnya sebesar USD 2,02 triliun yang mana ini tentu bukanlah jumlah yang kecil. Sedangkan berdasarkan data menurut Rencana Induk Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, Indonesia masuk 10 besar sebagai konsumen dunia di tiap subsektor industri halal. Berarti kebutuhan dunia terhadap produk halal sudah sangat besar. Yang awalnya produk halal hanya merupakan kebutuhan yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan umat muslim kini semakin meluas dan menjadi tren di sektor industri dan lifestyle secara global, tidak peduli negara tersebut masyarakat muslimnya terhitung minoritas ataupun mayoritas. 

Cakupan yang dimaksud industri halal adalah meliputi semua kegiatan industri yang harus berlandaskan syariat islam sehingga produk dinyatakan halal, seperti dimulai dari proses cara memperoleh bahan baku, kehalalan bahan baku itu sendiri, pengolahan hingga sampai pada hasil produk yang halal. Sehubungan dengan fenomena tersebut, para produsen berbondong-bondong memunculkan brand atau konsepan strategi penjualan baru yang berlandaskan pada teori islamic branding untuk mengatasi persaingan di sektor industri terutama pada industri halal yang kini sedang ramai diperbincangkan. Dengan implementasi berupa penyisipan identitas islam pada merek (brand), proses produksi – distribusi yang sesuai prinsip syariah dan tersertifikasi halal MUI. Hal ini yang menjadi ketatnya persaingan di era Industri halal. Dalam artikel ini saya akan menjelaskan bagaimana implementasi Islamic branding pada Fintech Sharia yang berpotensi mampu menghadapi persaingan di sektor industri halal.

Fintech Sharia adalah perusahaan yang berdiri di sektor industri financial dan technologi yang berfokus pada pelayanan pembiayaan online berbasis syariah. Berbeda dengan fintech konvensional, pada fintech sharia mengedepankan implementasi strategi Islamic branding untuk mempersiapkan dalam menghadapi persaingan Industri sekarang. Strateginya antara lain adalah pertama, pada Fintech Sharia menerapkan penggunaan nama yang mengandung unsur islami seperti contoh Ammana.id, Qazwa, ALAMI Syariah, Duha Syariah, Bsalam. 

Kedua, visi misi mereka mengedepankan nilai-nilai islam yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata dengan teknologi berdasarkan prinsip syariah serta membangun ekosistem syariah untuk memampukan masyarakat muslim dalam mewujudkan kesejahteraan hidup sesuai dengan nilai islam yang berkelanjutan. 

Ketiga, penerapan Islamic branding juga dilakukan dengan melakukan sosialisasi yang mengajak masyarakat dalam kegiatan Hijrah Finansial yaitu perpindahan finansial melalui penggunaan produk keuangan syariah. Keempat, dari segi pelayanan Fintech sharia menerapkan praktik pembiayaan yang berbasis akad dan prinsip-prinsip Syariah. Penggunaan akad syariah berupa qard, wakalah bil ujrah, hiwalah bil ujrah, murabahah, dan musyarakah yang sesuai dengan apa yang disebutkan dalam fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018. Dan yang terakhir adalah penerapan dalam lingkungan kerja perusahaan membentuk lingkungan yang supportif, jam kerja yang flexible terhadap waktu sholat, dan hari libur yang mengedepankan waktu keluarga.

Singkatnya, ada 5 unsur nilai Islamic branding yang diterapkan pada Fintech Sharia yang dinilai berpotensi mampu untuk menghadapi persaingan industry halal nantinya. Pertama adalah konsep memasukkan unsur islami dalam brand/merek suatu produk atau pada nama perusahaan. Kedua, menjalankan visi misi yang sesuai dengan prinsip islam. Ketiga, dengan melakukan sosialisai pada masyarakat untuk menciptakan masyarakat melek fintech sharia. Keempat, pelayanan berlandaskan praktik sesuai prinsip dan akad islam. Kelima, lingkungan kerja yang diciptakan dengan mengedepankan nilai-nilai islam sehingga menjadikan bekerja yang bernilai ibadah. Dapat disimpulkan dari banyaknya prinsip Islamic branding yang telah diterapkan dalam Fintech Sharia, akan menjadi potensi dan point plus perusahaan dalam sektor industri fintech ini untuk menjadi pertimbangan masyarakat ketika akan melakukan pembiayaan finansial melalui teknologi. Sehingga nantinya perusahaan fintech sharia diharapkan dapat mempertahankan inovasi dan terus berkembang agar mampu bersaing dengan banyak perusahaan yang semakin bervariasi di era industri halal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline