Istilah emotional Intelligence atau sering diterjemahkan dengan kecerdasan emosi menjadi sangat terkenal di seluruh dunia semenjak seorang psikolog New York bernama Daniel Goleman menerbitkan bukunya dengan judul kecerdasan emosi di tahun 1995. Tak kurang pejabat tinggi gedung Putih waktu itu menganggap emosional intelligence sebagai sesuatu yang baru dan layak diperhatikan.
Kecerdasan emosi bukan sesuatu yang baru di bidang pssikologi.Istilah ini sengaja dikemas oleh Goleman agar dapat ditangkap dengan mudah oleh orang-orang di luar disiplin ilmu psikologi. Goleman menyatakan dari hasil banyak penelitian menyatakan bahwa kecerdasan umum semata-mata hanya dapat memprediksi kesuksesan hidup seseorang sebanyak 20 % saja, sedangkan 80 % adalah apa yang disebutnya Emotional Intelligence. Bila tidak ditunjang dengan pengelolaan emosi yang sehat kecerdasan saja tidak akan menghasilkan seseorang yang sukses hidupnya di masa yang akan datang. (Goleman, 1995: 25).
Kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai:"Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan." (Shapiro, 1998:8).
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat.Untuk itu peran lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya
berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata.Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.(Shapiro, 1998-10).Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Daniel Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif.Adapun unsur dalam kecerdasan emosi adalah:
a. Mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri (kesadaran diri) adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu kondisi tertentu dan mengambil keputusan dengan pertimbangan yang matang, serta memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani emosinya dengan baik sehingga berdampak positif dalam melaksanakan tugas, peka terhadap kata hati sehingga dapat mencapai tujuannya. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan
c. Memotivasi Diri Sendiri
Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu sehingga menuntun seseorang untuk menuju sasaran, dan membantu dalam mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Untuk mendapatkan prestasi yang terbaik dalam kehidupan, kita harus memiliki motivasi dalam diri kita, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendali kan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusias, gairah, optimis dan keyakinan diri. Orang yang pandai dalam memotivasi diri, mereka cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
Dalam pembelajaran motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan prilaku manusia, termasuk prilaku belajar. Motivasi belajar sangat penting dalam pembelajaran khususnya bagi siswa dan guru. Diantaranya bagi siswa motivasi dapat menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya, mengarahkan kegiatan belajar; membesarkan semangat belajar. Sedangkan bagi guru, motivasi siswa juga sangat penting diketahui oleh guru diantaranya motivasi dapat membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil, membangkitkan bila siswa tidak bersemangat, meningkatkan bila semangat belajar siswa timbul tenggelam, memelihara bila siswa yang telah kuat untuk mencapai tujuan belajar. Mengelola Kecerdasan Emosi dalam Pembelajaran
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu mengelola kecerdasan emosi siswa akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar.
Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memadai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar Mengembangkan kecerdasan emosional dalam pembelajaran sungguh sangat diperlukan agar pembelajaran berlangsung optimal dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut
1. Menyediakan lingkungan yang kondusif.
2. Menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis.
3. Mengembangkan sikap empati, dan merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik.
4. Membantu peserta didik menemukan solusi dalam setiap masalah yang dihadapinya.
5. Melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran, baik secara fisik, sosial maupun emosional.
6. Merespon setiap perilaku peserta didik secara positif, dan menghindari respon negatif.
7. Menjadi teladan dalam menegakkan aturan dan disiplin dalam pembelajaran. (Goleman,2002)
Kecerdasan emosi merupakan nilai-nilai yang terdapat psikologis yang harus ditumbuh kembangkan dan dikelolah dengan baik melalui proses pembelajaran. Yang diperlukan oleh anak agar menjadi manusia dewasa yang berhasil tidak semata-mata kecerdasan umum yang sifatnya hanya kognitif saja, akan tetapi yang tidak kala penting adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional perlu didikan semenjak anak masih usia dini melalui naskah pengelolah emosi yang sehat, oleh karena itu pembelajaran yang berhasil haruslah menciptakan emosi yang positif pada diri anak. Untuk menciptakan emosi yang positif , diantaranya, mengajarkan nilai-nilai budaya dimana anak itu berada, mengembangkan dan mengasah emosi anak yang menonjol, memperkenalkan kepada anak tentang emosi dengan cara verbal dan non verbal, disiplin yang konsisten, ajarkan apa anak ekspresi emosi yang dapat diterima oleh lingkungan, menunjukkan perilaku yang baik dapat ditiru secara langsung dan memupuk rasa empati terhadap orang lain.