Lihat ke Halaman Asli

SITI NURSIAH JAMIL gacha

Usaha tidak akan menghinati hasil

Si Kancil Anak Rantau di Tapal Perbatasan

Diperbarui: 28 April 2020   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seminggu di awal pernikahan, seorang anak yang dulu mengabdi dikota sendiri  harus rela berkorban meninggalkan kampung halaman untuk mengabdi kepada suami yang harus menjalankan tugas dikota perbatasan tepatnya tanggal 07 Januari 2002. Menuju tempat tugas, Di mana harus menggunakan ketinting untuk bisa sampi ketempat tujuan. Ketinting itu biasa yang dipakai untuk perjalanan lewat  danau.  Perbatasan kalimantan utara namanya tepatnya pelosok desa Mansalong kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan.

Desanya yang sejuk dan keramaahan masyarakatnya yang luar biasa yang membuat si kancil bisa bertahan sampai tujuh Tahun. Si kancil yang cerdik mengetahui keadaan desanya yang waktu itu terbatas fasilitasnya namun tak hilang akal untuk membangun dan memperdayakan anak-anak Desa yang haus akan guru Agama. Diperumahan puskesmas yang berdinding kayu di ruang tamu lah dijadikan tempat TPA untuk mendidik anak desa. 

TPA adalah salah satu tempat untuk berbagi dengan anak-anak hingga semua beban yang jauh dari orang tuanya yang selama ini tidak pernah tinggalkan kampung halaman bisa meghindari dari ketidaknyaman hati. Anak-anak yang lugu itu dapat membangkitkan semangat si kancil untuk lebih berkarya, mitra nya waktu itu adalah kepala KUA. Setiap kegiatan keagamaan anak-anak didik Si Kancil lah yang selalu ditampilakan untuk acara hiburan dalam kegiatan keagamaan.

Semua kegiataan keagamaan KUA selalu dilibatkannya karena waktu itu satu-satunya guru agama dikampung tersebut. Jadi semua sekolah umum dari tinggat  SD, SMP, SMA belum ada namun yang bisa terkafer adalah sekolah menengah pertama dan sekolah menengah Atas, itupun harus menjalankan Aktifitas mulai dari pagi sampai sore hari yang kebetulan sekolah menengah Atas masuk siang. Namun rasa lelah dan letih tiap hari tidak terasa karena melihat anak didik yang antusias dalam menimba Ilmu.

Suatu ketika ada kegiatan Rebana untuk persiapan MTQ, dimana belum ada gendang untuk latihan yang merupakan alat yang dipakai, namun 'tidak ada rotan akar pun jadi" semua peralatan dapur seperti baskom dipaki untuk latihan rebana. Alhamdulillah walupun anak perbatasan namun ilmu dan kreatifitas tidak akan terbatas hingga saat ini anak-anak didik yang dulu lugu sekarang sudah  banyak yang berhasil ada jadi bidan desa, guru, perawat dan ada dinas perhubungan da nada juga yang sudah Magister

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline