Pada tanggal 2 Agustus 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membatalkan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal tersebut menyatakan bahwa "calon presiden dan wakil presiden harus berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun".
Putusan MK ini memunculkan kontroversi, karena dianggap membuka peluang bagi kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Pada Pilpres 2024, putusan MK ini berdampak pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Gibran saat itu berusia 32 tahun, sehingga tidak memenuhi syarat jika merujuk pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang lama. Namun, karena Pasal tersebut telah dibatalkan oleh MK, maka Gibran dapat mencalonkan diri sebagai cawapres.
Putusan MK ini juga berdampak pada pencalonan Ridwan Kamil sebagai calon presiden. Ridwan Kamil saat itu berusia 48 tahun, sehingga memenuhi syarat jika merujuk pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang lama. Namun, karena Pasal tersebut telah dibatalkan oleh MK, maka Ridwan Kamil dapat mencalonkan diri sebagai presiden tanpa harus memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
Putusan MK ini juga berdampak pada pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden. Anies Baswedan saat itu berusia 53 tahun, sehingga memenuhi syarat jika merujuk pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang lama. Namun, karena Pasal tersebut telah dibatalkan oleh MK, maka Anies Baswedan dapat mencalonkan diri sebagai presiden tanpa harus memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
Berikut adalah pro dan kontra dari putusan MK ini:
Pro:
- Putusan MK ini dianggap memberikan kesempatan yang lebih luas bagi semua rakyat Indonesia untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.
- Putusan MK ini dianggap dapat mendorong regenerasi kepemimpinan di Indonesia.
Kontra:
- Putusan MK ini dianggap dapat mengurangi kualitas kepemimpinan di Indonesia.
- Putusan MK ini dianggap dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H