Lihat ke Halaman Asli

Kampus Fiksi, Gitu Loh

Diperbarui: 8 Februari 2016   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Well, barangkali saya yang terakhir ngepost curhatan ini. Tapi sumpah, sejak dalam perjalanan pulang, tangan udah gatel pengen ngetik-ngetik, apa daya ambeyen kumat L

 

Pertama-tama, marilah saya kenalkan diri saya. Nama saya, “Siti Nur Banin”. Mungkin se-indonesia hanya saya yang memiliki nama itu, sayang sekali waktu saya search di gugel, ternyata ada satu gadis Malaysia yang namanya sama persis!

Dan dia kelahiran 1993 sementara saya 1991, dan, saya tidak menggugatnya atas dasar kasus penjiplakan!

 

Kemudian daripada itu, nama panggilan saya adalah Banin, yang artinya, anak laki-laki. Jika penasaran mengapa nama saya begitu, cobalah tanya kepada bapak saya. FYI, bapak saya sudah meninggal, maka, jika ingin bertanya pada beliau, silakan menyusulnya terlebih dahulu (yang nganggep ini serius, berarti kurang piknik :D)

 

Pada tanggal 29 Januari 2016, seorang wanita mungil bernama panggilan Banin mengikuti sebuah kuliah singkat di Kampus Fiksi. Wanita tersebut ngotot mengikuti acara tersebut, meski lagi hamil muda, adalah karena dia percaya, di sana (di gedung kampus fiksi, di acara Kampus Fiksi 15) dia bisa makan dan nyamil gratis. Bagi dia yang jeblosan anak kos, reward makan dan nyamil dan tidur gratis merupakan hadiah yang maha dahsyat dan warbiyasah… Maka, persoalan hamil muda, bukanlah perkara pelik yang bisa menggugurkan hasratnya. Bukankah toh adek bayi juga butuh makan dan nyamil? Dia pasti juga bahagia tak terkira mendapati emaknya dapat sarapan gratis!

Alasan lain yang membuat Banin hadir dalam acara Kampus Fiksi adalah, karena dia berharap suatu hari dia bisa menjadi penulis yang namanya bisa bertebaran di seantero Indonesia. Mengapa?

Karena dia terlalu capek menjelaskan bahwa namanya bukan ‘Hani’, ‘Hanin’, ‘Anin’, ‘Benin’, ‘Bani’, dan lain sebagainya. Nama Banin terlalu asing di telinga orang Indonesia, sehingga, butuh sebuah perantara agar nama tersebut dapat dikenal tanpa terpleset dengan nama-nama lazim yang lain. Harapannya, jika Banin jadi penulis (Sukur-sukur terkenal), sekali berkenalan dengan orang,

‘kenalin, saya Banin. Siti Nur Banin.’

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline