Kalau bicara tentang aksi borong memborong barang atau kalap belanja, pasti mengarah kepada kaum wanita atau ibu-ibu. Karena pada kenyataannya wanitalah yang gampang tergoda dengan barang-barang jualan, baik itu berupa makanan, pakaian, pernak-pernik dan asesoris lainnya.
Apalagi bulan Ramadhan seperti ini. Kebutuhan akan bahan makanan tiba-tiba meningkat. Tersebab semua umat islam membutuhkannya untuk menyiapkan menu buka puasa dan sahur. Tidak hanya untuk kebutuhan keluarga sendiri, tapi untuk sanak famili atau tetangga yang kurang mampu.
Secara, sebagian besar dari kita, selama 11 bulan telah menjalani hari-hari biasa, dalam artian makan sehari-hari dengan menu yang sederhana. Uang ditabung dan dihemat memang tujuannya untuk menghadapi bulan ramadhan dan hari raya. Menabung mandiri di bank, menabung di koperasi, menabung di kumpulan PKK dan lain-lain, dan kebanyakn diambil pada bulan ramadhan.
Ada banyak kebutuhan dalam bulan ramadhan dan bulan syawal. Kebutuhan syar'i dan kebutuhan tradisi yang harus bisa dipenuhi umat islam.
Kebutuham syar'i misalnya untuk membayar zakat fitrah dan zakat mal juga ingin lebih banyak bersedekah karena memang Allah menjanjikan bahwa amalan di bulan ramadhan akan mendapat pahala yang berlipat.
Adapun kebutuhan tradisi misalnya, beli baju baru, beli aneka kue lebaran, menyiapkan angpao untuk anak-anak yang bertandang. Karena tradisi silaturrahmi ini sudah baik dan perlu dilestarikan. Hanya perlu kesadaran saja bahwa kita tidak boleh berlebih-lebihan.
Kebutuhan syar'i kita tidak bisa mengelaknya pun kebutuhan tradisi. Namun yang harus kita ingat, harus tetap diperhatikan, janganlah belanja melebihi batas kewajaran. Jangan menumpuk bahan makanan terlalu banyak.
Saya setuju dengan tulisannya Mbak Zahrotul Mujahidah, untuk belanja bahan makanan, cukuplah menyetok untuk 2 atau 3 hari ke depan. Beri kesempatan kepada orang-orang yang kurang mampu agar mereka juga bisa memenuhi kebutuhannya. Jangan asal borong saja.
Meskipun pada bulan ramadhan kita mendapatkan uang dari beberapa pos seperti yang saya sebutkan tadi. Karena sejatinya hakekat puasa sendiri adalah menahan hawa nafsu. Tidak hanya menahan makan dan minum, tapi juga menahan nafsu agar tidak boros, menahan nafsu agar tidak berbuat maksiyat dan hawa nafsu lainnya. Apalagi sekarang lagi prihatin dengan adanya pandemi covid19. Harus lebih ditahan lagi nafsunya.
Diharapkan setelah puasa berakhir, kita bisa mencapai predikat la 'allakum tattaquun (menjadi orang yang bertaqwa), kembali suci (suci secara lahir maupun batin), menjadi hamba yang pandai bersyukur dan lain-lain.
Indikasinya adalah semakin meningkat iman dan taqwanya dan semakin baik akhlaqnya kepada sesama manusia dan sesama makhluq.