Lihat ke Halaman Asli

Siti Mugi Rahayu

Saya seorang guru yang tertarik pada pendidikan yang humanis.

Perbedaan Kurikulum Pengaruhi Penerimaan SNMPTN

Diperbarui: 14 Mei 2016   08:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi ini saya sempatkan membaca berita tentang putranya Pak Mendikbud yang tidak lulus SNMPTN 2016. Saya jadi teringat beberapa kasus yang terjadi di sekolah saya. Apa benar perbedaan kurikulum akan mempengaruhi penerimaan mahasiswa lewat jalur SNMPTN ?

SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) adalah jalur penerimaan mahasiswa baru berdasarkan hasil penelusuran prestasi akademik dengan menggunakan nilai rapor semester 1 hingga semester 5. Jaman saya SMA dulu, jalur ini disebut dengan PMDK. Kesempatan untuk mengikuti SNMPTN ini berbeda untuk semua sekolah, karena dipengaruhi oleh nilai Akreditasi terakhir yang diperoleh sekolah tersebut. Ketentuan penerimaan tersebut adalah :
- akreditasi A, 75% terbaik di sekolahnya
- akreditasi B, 50% terbaik di sekolahnya
- akreditasi C, 20% terbaik di sekolahnya
- akreditasi lainnya, 10% terbaik di sekolahnya

Sekolah tempat saya mengajar memiliki nilai akreditasi A, sehingga kesempatan untuk mengikuti SNMPTN 2016 sebanyak 75 %. Artinya, dari 123 orang siswa, sebanyak 92 orang mendapatkan kesempatan mendaftar di jalur undangan ini.Beberapa orang tidak bersedia ikut karena memilih untuk mengikuti seleksi di tempat lain, seperi ikatan dinas dan swasta.

Alur pendaftaran SNMPTN dimulai dengan pengisian PDSS untuk seluruh siswa. PDSS adalah Pangkalan Data Sekolah dan Siswa, yang harus diisi oleh data sekolah dan data nilai siswa dari semester 1 hingga 5. Setelah itu, dengan sistem yang tersedia, Panitia Nasional akan melakukan pemeringkatan siswa berdasarkan nilai mata pelajaran yang diUNkan pada semester 3, 4, dan 5. Sebanyak  75 % siswa saya setelah diperingkat, akhirnya mendapatkan kesempatan mendaftar di PTN.

Kasus 1, Resyad tidak termasuk ke dalam 75 % siswa yang mendapatkan kesempatan mendaftar SNMPTN 2016 padahal nilainya cukup baik jika dibandingkan teman-temannya. Bisa jadi (ga yakin juga) karena waktu kelas sebelas, Resyad pergi sekolah satu tahun ke Canada. Tahun berikutnya kembali lagi ke sekolah dan ikut dengan adik kelasnya yang pada saat itu sudah menjalankan Kurikulum 2013,sementara angkatan Resyad adalah angkatan terakhir menjalankan KTSP. Artinya, kasusnya sama persis dengan putranya Pak Anies. " ...Anak saya itu karena ganti kurikulum. Jadi dia kelas 1 dan 2 pakai kurikulum lama KTSP, lalu dia pergi pertukaran pelajar 1 tahun di Denmark. Ketika pulang, sekolahnya pakai kurikulum 2013, konversinya lain", demikian ungkap Pak Anies yang dilansir DetikNews pada Jumat 13 May 2016.

Kasus 2. Rezi ketika kelas x sekolah di sebuah sekolah negeri di Bekasi yang menjalankan KTSP. Waktu kelas xi, pindah ke Malang dan masuk ke sekolah yang menjalankan Kurikulum 2013. Kelas xi semester 2, pindah ke sekolah saya yang sudah menjalankan kurikulum 2013. Kasus ini sebenarnya sama dengan kasus pertama, hanya saja yang pertama adalah kasus perbedaan kurikulum karena siswa pernah sekolah ke luar negeri, kasus ini adalah mutasi siswa di dalam negeri.

Pada pengisian nilai di PDSS, input data pertama adalah nilai KTSP di rapor kelas x, pada semester 3 pengisian PDSS dengan nilai Kurikulum 2013. Ya jelas beda. Akan ada kolom-kolom yang kosong tidak terisi karena pada KTSP tidak lintas minat. Hal ini sepertinya yang terjadi pada kasus SMA 3 Semarang jurusan IPA yang tidak ada yang lulus SNMPTN. Menurut Wakasek SMA 3, pada sistem SKS dengan pola discontinue, disetting mata pelajaran on off pada semester tertentu. Artinya, jika semester 1 ada, semester 2 kosong, semester 3 ada, maka di PDSS akan kosong pada semester 2, termasuk pola SKS yang dibuat empat seri yang dikembangkan untuk 5 atau 6 semester, sehingga mata pelajarannya dibagi."Bukan nilainya yang kurang, memang mata pelajarannya tidak muncul karena off, jadi munculnya misal di semester 1, 3, 4, dan 6," terang Emmy pada DetikNews.

Namun, "Dari 50 sekolah di seluruh Indonesia yang menggunakan sistem SKS, ada tujuh sekolah di Jawa Tengah menerapkan sistem itu. Tapi semua sekolah itu tidak ada masalah, kecuali SMA 3 Semarang," ujar Anies, di Kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Rabu (11/5/2016). Berita dari Kompas.com.

PR untuk semua pihak. Pertama, panitia harus bisa melingkupi semua kurikulum yang berlaku pada pengisian PDSS. Kalau tidak bisa, berikan pengumuman, biar orang tua dan sekolah waspada pada saat menerima siswa mutasi. Kedua, sekolah harus cari informasi sebanyak-banyaknya agar pengisian PDSS tidak keliru sehingga merugikan siswa.  Ketiga, orang tua juga harus gaul dengan infomasi terkini tentang permutasian dan kaitannya dengan resiko tidak diterimanya di SNMPTN. Hal ini terkait dengan berbedanya mata pelajaran yang diambil setiap sekolah penganut Kurikulum 2013 untuk program lintas minat mereka. 

Sumber inspirasi :

Anak Mendikbud Anies Baswedan Tak Lulus SNMPTN 2016

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline