Di era transmigrasi di Lampung, gerobak sapi menjadi salah satu alat transportasi utama yang sangat multifungsi bagi masyarakat. Gerobak ini kini telah diabadikan sebagai salah satu benda bersejarah di Museum Ketransmigrasian, yang berlokasi di Gedung Tataan, Pesawaran, Lampung. Keberadaan gerobak sapi di museum ini menjadi bukti nyata peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat masa lalu, khususnya di era transmigrasi yang berlangsung pada pertengahan abad ke-20.
Gerobak sapi adalah alat transportasi tradisional berupa gerobak kayu yang ditarik oleh seekor sapi dewasa. Alat transportasi ini digunakan oleh para transmigran untuk berbagai keperluan, mulai dari membawa hasil pertanian hingga sebagai kendaraan sehari-hari. Bentuknya sederhana, dengan roda kayu besar yang memungkinkan gerobak ini melalui jalanan tanah yang berbatu atau berlumpur di wilayah transmigrasi yang sering kali jauh dari infrastruktur modern.
Gerobak sapi memainkan peran penting dalam kehidupan para transmigran di Lampung pada masa itu. Kondisi geografis yang menantang dan keterbatasan akses transportasi modern menjadikan gerobak sapi sebagai solusi yang praktis. Dengan gerobak ini, masyarakat dapat membawa hasil pertanian mereka, seperti padi, jagung, atau singkong, ke pusat-pusat pemukiman atau pasar lokal.
Selain itu, gerobak sapi juga dimanfaatkan sebagai alat transportasi pribadi, terutama bagi para transmigran yang harus bekerja di lahan perkebunan atau pertanian yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
Penggunaan gerobak sapi sebagai alat transportasi utama berlangsung selama masa-masa awal transmigrasi di Lampung, terutama pada periode tahun 1950-an hingga 1970an. Di wilayah-wilayah transmigrasi yang masih minim infrastruktur jalan, gerobak sapi menjadi pilihan utama. Wilayah Pesawaran dan sekitarnya, yang menjadi salah satu lokasi pemukiman transmigran, menjadi saksi bisu bagaimana gerobak sapi digunakan sehari-hari.
Pada masa itu, hampir seluruh keluarga transmigran di Lampung memiliki atau menggunakan gerobak sapi. Gerobak ini tidak hanya dimanfaatkan oleh kaum pria untuk bekerja di ladang, tetapi juga digunakan oleh seluruh anggota keluarga, baik untuk keperluan sehari-hari maupun kegiatan komunal. Kebersamaan dalam menggunakan gerobak ini menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat transmigrasi di masa tersebut.
Kini, gerobak sapi ini diabadikan di Museum Ketransmigrasian Gedung Tataan, Pesawaran, sebagai simbol perjuangan para transmigran. Di museum ini, gerobak sapi dipamerkan lengkap dengan informasi sejarahnya, memberi edukasi kepada generasi muda tentang pentingnya alat transportasi ini di masa lalu.
Melalui gerobak sapi yang dimuseumkan ini, masyarakat dapat melihat gambaran betapa gigihnya para transmigran menghadapi tantangan hidup di daerah baru yang terpencil. Museum Ketransmigrasian berusaha menjaga dan merawat gerobak sapi sebagai warisan budaya dan sejarah yang penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H