Perbedaan antara budaya patriarki dan budaya modern dalam hal kesetaraan gender terlihat pada bagaimana mereka menganggap peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Budaya patriarki menganggap bahwa laki-laki memiliki derajat yang lebih tinggi daripada perempuan, sementara budaya modern menganggap bahwa laki-laki dan perempuan dianggap setara dan memiliki derajat yang sama.
Salah satu contoh tuntutan bagi perempuan pada budaya patriarki ialah perempuan harus mengurus rumah. Seperti halnya mencuci, menyapu, dan memasak. Padahal pekerjaan tersebut bisa juga dilakukan oleh seorang laki-laki, tidak terbatas perempuan saja.
Selain itu, pola asuh pada anak sangat mempengaruhi pola pikir anak ketika dewasa. Biasanya, sejak kecil anak perempuan selalu diajarkan pada pekerjaan domestik. Sementara jarang sekali anak laki-laki yang diajarkan hal demikian. Hal ini dapat membentuk pola pikir patriarki ketika dewasa nanti.
Tidak jarang perempuan dengan lulusan pendidikan perguruan tinggi ketika setelah menikah harus mengurus rumah tangga. Mereka tidak diberikan akses untuk eksplor apa yang mereka inginkan berdasarkan pendidikan yang telah ditempuh. Budaya patriarki membelengu kebebasan bagi perempuan.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia mengembangkan program pemberdayaan perempuan, seperti kuota 30 persen untuk kepemimpinan, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan program-program untuk mengatasi ketidaksetaraan digital. Namun, untuk mencapai kesetaraan gender, perlu dilakukan perubahan sistem sosial yang menyebabkan ketidakadilan gender, seperti pemberdayaan perempuan dan perubahan budaya patriarki.