Tanggal 22 Desember telah ditetapkan sebagai “Hari Ibu” oleh Presiden Soekarno, melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 yang dirayakan secara Nasional, sampai dengan saat ini. Ditahun 2015 ini, Hari Ibu bertepatan pada hari Selasa dan masyarakat diseluruh penjuru Indonesia merayakannya.
Setiap orang pasti memiliki cara yang berbeda-beda merayakan Hari Ibu ini, termasuk cara saya dan cara teman-teman disana. Namun yang jelas ini merupkan salah satu mementum yang tepat untuk kita sebagai anak mengungkapkan kecintaan kita kepada Ibu, meskipun kita hanya merayakannya secara sederhana tapi seorang Ibu akan begitu tersentuh hatinya. Saya pun hanya baru mampu mengucapkan kata “terima kasih” dengan menyertakan satu kecupan dipipinya.
Berbica mengenai Ibu pasti antusias kita sangat lah tinggi, sosok bidadari surga yang Allah kirimkan untuk kita. Sungguh luar biasa pengerbonan seorang ibu, mulai dari mengandung kita dengan susah payah, melahirkan kita dengan cucuran darah dan keringat bahkan menaruhkan nyawanya. Menyusui kita dan menenangkan kita disaat kita menangis, mengempok-empok kita dengan nyanyian merdu, membantu kita merangkak, menuntun kita belajar berjalan, menggendong kita sampai pundaknya sakit. Membimbing serta mendidik kita dan banyak lagi pengorbanannya.
Pengorbanan ibu kepada anaknya tak perlu diragukan lagi, lalu apa pengorbanan kita untuk sosok ibu ? sudahkan kita berkorban untuk membahagiakannya ?. Terkadang kita lupa akan itu semua, kita justru membuat ibu sedih dengan kenakalan kita, membuat ibu cemas, membuat ibu marah dan tak pernah nurut kepadanya. Ibu selalu ada disaat kita butuh tapi kita tak pernah ada disaat ibu membutuhkan kita, disaat sakit ibu merawat kita sampai waktu istirhatnya tersita sedangkan disaat ibu sakit kita malah asik hura-hura, disaat kita menangis ibu selalu ada memeluk kita tapi disaat ibu menangis kita tak pernah ada untuk menenangkannya justru bahkan kita sendiri yang membuatnya menangis, kita selalu mengeluh dan merengek kepada ibu sedangkan ibu saja tak pernah mengeluh merawat dan mendidik kita. Disaat kita terlelap tidur justru ibu bangun dari tidurnya, bersujud kepada Syang Khalik dan mendo’akan ananknya. Nama anak yang pertama dan berulang-ulang disebutnya “sayangi anakku, sayangi anakku, sayangi anakku” dan justru mengesampingkan untuk mendo’akan dirinya sendiri.
Sungguh luar biasa sosok ibu, tak pernah menujukan marah, capek, jengkel dan lelah kepada anakmu. Ibu tetap mampu tersenyum meski hatinya sedang menangis, ibu tetap membanggankan anaknya padahal anaknya belum begitu hebat, ibu tetap menyayangi anaknya meski anaknya durhaka. Seperti lirik lagu Iwan Fals “ibuku sayang, masih tetap berjalan walau tapak kaki penuh darah penuh nanah” kau memang sekuat baja ibu, hatimu selembut sutra.
Dihari Ibu ini dan seterusya, ayo kita bahagiakan ibu kita. Kita bangga dikaruniai ibu seperti ibu kita maka kita pun harus membuatnya bangga. Jadikan ibu perhiasan yang paling indah yang kita jaga, kita rawat dan kita sayang. Ingat sahabat, surga dibawah telapak kaki ibu.
I love you, mom.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H