Lihat ke Halaman Asli

Mimpi Kelam Menjelang Petang

Diperbarui: 16 April 2023   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

 

Di kala senja berwarna jingga dengan kabut hitam menghiasi langit aku terbangun, mendapati diriku tengah berada di pemakaman dengan bongkahan batu nisan yang telah mulai lapuk dan tampak tua. Sunyi, dingin, tak tersentuh, di manakah diriku berada?  apa yang telah terjadi? bagaimana aku berada di tempat ini?

Terlihat langit mulai menghitam, senja sudah mulai menghilang, aku panik dan berlari ke sana kemari, berusaha mencari jalan untuk pulang. Namun celakanya sejauh apa pun aku berlari, aku selalu berakhir di tempatku terbangun.

Semilir angin kecil menerpa rambut serta wajahku, tercium aroma melati di sekitar batu nisan tua ini, lalu tak lama suara alunan musik gamelan terdengar, tunggu orang macam apa yang memainkan gamelan di sekitar pemakaman?

Kakiku sepertinya tertarik dengan suara gamelan yang merdu tersebut, langkah demi langkah kulalui mengikuti arah suara ini dalam hati kecil bertanya, akankah suara ini mengantarkan aku untuk pulang?

Aku terus berjalan hingga sampailah aku di sebuah bangunan sekolah yang kosong, tapi apakah sekolah ini benar-benar kosong? Suara gamelan itu mungkin berasal dari dalam sini, maka kuputuskan untuk masuk ke gerbang sekolah ini.

Namun sesaat aku buka gerbang sekolah ini seketika itu juga alunan musik gamelan terhenti. Aku memberanikan diri untuk terus masuk ke ruangan sekolah. Bau anyir menusuk hidungku, lantai yang teramat kotor, dinding yang berdebu, sungguh tidak terawat.

Aku terus berjalan masuk, melewati beberapa ruangan, hingga sampailah diriku di sebuah sanggar kesenian yang pintunya tertutup. Aku takut untuk membukanya, tetapi tangan ini sepertinya diberikan energi untuk membuka kenop pintu tersebut.

"Kreet..." suara pintu pun terbuka, aku mendapati seorang wanita berambut panjang, dengan menggunakan kebaya berwarna coklat, bukan! kurasa itu bukan warna coklat, melainkan warna putih. Namun, terbalut lumpur dan tanah yang menghiasi kebayanya.

 Wanita tersebut menyembunyikan wajahnya dibalik kedua lututnya, samar-samar terdengar suara isakkan tangis darinya. Diam-diam aku hampiri dirinya, derap kakiku sangat berat untuk menghampirinya, dikala sudah dekat kusentuh pundaknya

"Maaf, kakak baik-baik saja?" kataku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline