Prinsip imunitas kedaulatan negara merupakan pilar fundamental dalam hukum internasional yang menjamin kesetaraan dan kemandirian antarnegara. Doktrin ini melarang pengadilan asing mengadili negara lain tanpa persetujuannya, sehingga melindungi kedaulatan dari intervensi eksternal.
Namun, seiring globalisasi dan tuntutan akuntabilitas, muncul dilema ketika prinsip ini bertentangan dengan upaya menegakkan keadilan, khususnya dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia. Ketegangan ini menekankan pentingnya keseimbangan antara penghormatan terhadap kedaulatan negara dan pemenuhan tuntutan keadilan internasional.
Dilema besar muncul ketika prinsip ini digunakan untuk melindungi negara dari pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan berat, seperti genosida atau penyiksaan. Sebagai contoh, dalam kasus Al-Adsani vs Kuwait, pengadilan menolak gugatan atas dugaan penyiksaan dengan alasan imunitas negara, meskipun kasus tersebut melibatkan pelanggaran serius.
Keputusan ini memicu kritik bahwa prinsip imunitas dapat menjadi penghalang bagi keadilan, terutama bagi korban pelanggaran hak asasi manusia.
Tuntutan untuk reformasi hukum internasional semakin menguat, dengan banyak pihak mendorong pembatasan imunitas negara dalam kasus-kasus pelanggaran berat. Beberapa upaya telah dilakukan, seperti penerapan doktrin jus cogens, yang menyatakan bahwa norma-norma imperatif internasional, seperti larangan penyiksaan dan genosida, mengesampingkan imunitas negara.
Selain itu, lembaga-lembaga internasional seperti Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) memainkan peran penting dalam menegakkan akuntabilitas tanpa terhalang oleh imunitas negara.
Di era modern, prinsip imunitas kedaulatan negara tetap relevan, namun perlu disesuaikan dengan tuntutan keadilan global. Reformasi hukum internasional yang mencakup pengaturan yang lebih jelas mengenai batasan dan penerapan imunitas sangat dibutuhkan.
Tujuannya agar prinsip ini tidak disalahgunakan untuk melindungi pelaku kejahatan internasional, melainkan tetap menjadi mekanisme yang berperan dalam menjaga tatanan dan kedaulatan hukum internasional, dengan tetap mempertimbangkan pentingnya akuntabilitas atas pelanggaran serius yang terjadi.
Dasar dan Perkembangan Imunitas Negara
Imunitas negara memiliki dua pendekatan utama. Imunitas Kedaulatan Mutlak memberikan kekebalan penuh bagi negara atas semua tindakannya tanpa pengecualian. Sementara itu, Imunitas Kedaulatan Terbatas membatasi kekebalan hanya pada tindakan yang bersifat publik (iure imperii), seperti legislasi dan kebijakan nasional.
Tindakan bersifat privat atau komersial (iure gestionis), seperti transaksi bisnis, tidak mendapat perlindungan serupa. Perkembangan menuju pendekatan kekebalan terbatas didorong oleh peningkatan interaksi komersial internasional dan kebutuhan untuk memastikan akuntabilitas dalam hubungan antarnegara.