Pintu ruangan bernuansa cokelat itu terbuka. Menampilkan baju kotor di sudut sana, belum lagi buku-buku yang berantakan di lantai. Selimut dan bantal juga sudah jatuh, sedangkan si empunya kamar masih bergelung di atas tempat tidur.
"Kila!"
Teriakan itu membuatnya terlonjak. Dengan mata masih terpejam dia mulai duduk dan mencoba menyadarkan diri.
"Kila, kamu ini gadis atau apa! Ini sudah jam sembilan, tapi kamu masih tidur!" omel seorang wanita paruh baya sambil menghampirinya.
"Iya, Ma, Kila udah bangun, kok."
"Mandi sana! Kamu ada kuliah pagi, 'kan? Ntar telat lagi," tukas mamanya lembut sembari menyampirkan rambut Kila ke belakang telinga.
"Iya, Mamaku Sayang," balas Kila kemudian beranjak menuju kamar mandi.
Setelah pamitan pada sang mama, Kila mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Sesekali terdengar nyanyian kecil dari bibir mungil itu. Namun netranya tiba-tiba menangkap dua sosok yang sangat dikenal. Kila menggelengkan kepala kuat untuk menghentikan pemikiran buruk, tetapi semakin dia mencoba menenangkan pikiran, semakin hatinya tak tenang.
Karena rasa penasaran yang kian membuncah, akhirnya Kila membuntuti orang itu dengan perlahan. Biarlah hari ini dia bolos kuliah dulu. Kila menepikan motornya saat mereka sudah memasuki sebuah kafe. Mereka terlihat bahagia dengan genggaman tangan erat, layaknya tak ingin melepas satu sama lain.
"Papa!"
Mereka kaget dengan kedatangan Kila. Papa Kila langsung bangkit, terlihat gelagapan. Tangannya mencoba meraih Kila. Ia mencoba menjelaskan, tetapi dengan cepat Kila menepis tangan itu.