Lihat ke Halaman Asli

ANALISIS KASUS FRAUD PADA PADA PT KAI (PERSERO): Pelanggaran Etika Bisnis pada PT KAI (PERSERRO) Mengalami Manipulasi Laporan Keuangan.

Diperbarui: 13 Januari 2025   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada tahun 2006, PT KAI terbukti melakukan fraud pada laporan keuangan perusahaan dikarenakan beberapa kesalahan yang dilakukannya.

Dalam laporannya, PT KAI mendapatkan laba Rp 6.9 miliar dalam laporan tahun sebelumnya. Padahal ketika ditelusuri, perusahaan tersebut ternyata malah mengalami kerugian sebesar Rp 63 miliar.

1. LATAR BELAKANG KASUS FRAUD PT KAI       (PERSERO)

Fraud hampir terjadi di seluruh sektor pemerintah dan sektor swasta, di Indonenesia fraud dibuktikan dengan adanya kasus manipulasi laporan keuangan pada PT KAI. Dalam kasus tersebut terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.

Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keuntungan sebesar Rp. 6,9 Milyar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jendral Pembendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh kantor akuntan publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT.KAI untuk tahun 2003 dan tahuntahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan Publik.

Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT.KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005: 

  • Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
  • Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Milyar yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan standar akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai asset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
  • Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Milyar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar 6 Milyar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
  • Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal Negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan. 
  • Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

2. Teori Agency (Agency Theory) 

Hubungan antara pemilik (pemerintah dan pemegang saham) dan manajemen (eksekutif PT KAI). Teori ini menjelaskan konflik kepentingan yang mungkin muncul antara manajer dan pemilik, serta pentingnya pengawasan dan insentif untuk memastikan bahwa manajer bertindak demi kepentingan pemilik.

3. Fraud Triangle Theory

Fraud triangle theory adalah konsep kecurangan pertama kali yang dikembangkan oleh Cressey pada tahun 1953. Teori ini menyatakan bahwa terdapat tiga elemen yang menjadi dasar bagi seseorang untuk melakukan kecurangan, yaitu pressure, opportunity, dan rationalization (Cressey 1953).

4. Fraud Diamond Theory

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline