Lihat ke Halaman Asli

Angkringan Mahasiswa UIN Walisongo: Menghidupkan Tradisi dan Inovasi di Kafe Sarungan

Diperbarui: 25 Juli 2024   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kafe Sarungan/dokpri

Angkringan, warung makan sederhana yang biasanya berupa gerobak dorong, telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kuliner Jawa. Namun, di era modern ini, konsep angkringan telah mengalami evolusi yang menarik, terutama di kalangan mahasiswa. Salah satu contoh inovatif dari transformasi ini dapat ditemukan di Kafe Sarungan, yang dikelola oleh mahasiswa UIN Walisongo Semarang.

Tempat ini tidak hanya menjadi ruang untuk menikmati hidangan khas angkringan, tetapi juga menjadi wadah kreativitas dan interaksi sosial yang unik bagi komunitas kampus. Kafe Sarungan, dengan konsep angkringannya, berhasil memadukan unsur tradisional dan modern secara harmonis. 

Nama "Sarungan" sendiri merupakan penggambaran suasana santai dan akrab, mengacu pada pakaian tradisional sarung yang sering dikenakan saat bersantai. Desain interior kafe ini mencerminkan perpaduan estetika kontemporer dengan sentuhan klasik khas angkringan. 

Dinding-dinding yang dihiasi dengan mural bertema budaya lokal, kursi-kursi yang terbuat dari bahan daur ulang, serta pencahayaan yang hangat menciptakan atmosfer yang nyaman dan mengundang. Menu yang ditawarkan di Kafe Sarungan merupakan perpaduan cerdas antara hidangan tradisional angkringan dan kreasi kuliner modern. 

Pengunjung dapat menikmati nasi kucing, sate usus, dan gorengan yang menjadi ciri khas angkringan, namun juga tersedia pilihan menu fusion seperti nasi goreng angkringan atau mi instan dengan topping unik. Minuman yang disajikan pun beragam, mulai dari wedang jahe tradisional hingga varian kopi kekinian. Keunikan menu ini menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi mahasiswa yang mencari pengalaman kuliner yang berbeda namun tetap terjangkau.


Lihat postingan 087 izzat is mail 3 di Google Maps

Yang membedakan Kafe Sarungan dari angkringan konvensional adalah perannya sebagai ruang kreatif bagi mahasiswa UIN Walisongo. Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat makan, tetapi juga menjadi tempat berkumpul untuk berbagai kegiatan. Diskusi kelompok, sesi belajar bersama, bahkan acara-acara kampus kecil sering diselenggarakan di sini. 

Suasana yang santai dan ramah mendorong interaksi sosial yang lebih intens antar mahasiswa, membuka peluang untuk pertukaran ide dan kolaborasi kreatif. Pengelolaan Kafe Sarungan oleh mahasiswa UIN Walisongo sendiri merupakan bentuk pembelajaran praktis dalam kewirausahaan. 

Para mahasiswa yang terlibat mendapatkan pengalaman langsung dalam menjalankan bisnis, mulai dari manajemen keuangan, pengelolaan stok, hingga pelayanan pelanggan. Hal ini sejalan dengan visi universitas untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki jiwa wirausaha dan keterampilan praktis. Keberadaan Kafe Sarungan juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal. 

Bahan-bahan makanan dan minuman yang digunakan sebagian besar dipasok oleh pedagang dan petani lokal, menciptakan rantai ekonomi yang saling menguntungkan. Selain itu, kafe ini juga menjadi tempat magang bagi mahasiswa jurusan tata boga atau manajemen bisnis, memberikan mereka kesempatan untuk mengaplikasikan teori yang dipelajari di kelas dalam situasi nyata. 

Dari segi sosial budaya, Kafe Sarungan berperan dalam melestarikan dan memperkenalkan kembali konsep angkringan kepada generasi muda. Di tengah maraknya kafe-kafe modern dengan konsep internasional, kehadiran tempat ini menjadi pengingat akan kekayaan kuliner dan budaya lokal. Mahasiswa yang mungkin belum pernah mengunjungi angkringan tradisional dapat merasakan pengalaman serupa dalam setting yang lebih familiar bagi mereka.
Namun, seperti halnya setiap inovasi, Kafe Sarungan juga menghadapi tantangan. Menjaga keseimbangan antara mempertahankan esensi angkringan tradisional dan mengakomodasi selera modern bukanlah tugas mudah. Ada kekhawatiran bahwa terlalu banyak modifikasi dapat menghilangkan keotentikan angkringan. 

Selain itu, manajemen yang dijalankan oleh mahasiswa terkadang menghadapi kendala dalam konsistensi operasional, mengingat mereka juga harus membagi waktu dengan kewajiban akademik. Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, keberadaan Kafe Sarungan telah menjadi contoh menarik bagaimana tradisi dapat direvitalisasi dan disesuaikan dengan konteks modern. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline