Lihat ke Halaman Asli

Budaya Patriarki: Mengakar Kuat, Menghambat Kesetaraan Gender

Diperbarui: 26 Mei 2024   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya Patriarki: Mengakar Kuat, Menghambat Kesetaraan Gender

Budaya patriarki bagaikan benang kusut yang mengakar kuat dalam jalinan sosial masyarakat. Sistem yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama ini telah mengakar lama, mewarnai berbagai aspek kehidupan, dan menjadi penghalang utama dalam mewujudkan kesetaraan gender.

Sistem patriarki menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak-hak sosial, dan kepemilikan properti. Dalam lingkup keluarga, sosok yang disebut "bapak" (ayah) memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak, dan harta benda. Dominasi budaya patriarki yang mengakar secara kuat di masyarakat memberikan sumbangan yang besar terhadap terpinggirkannya posisi dan peran perempuan. Artinya telah terjadi ketidakadilan, dan kaum perempuan yang paling banyak menjadi korban dari ketidakadilan tersebut.

Di bawah bayang-bayang patriarki, perempuan terpinggirkan. Peran mereka direduksi menjadi pelayan domestik, dibebani tanggung jawab mengurus rumah tangga dan anak-anak, sementara akses mereka terhadap pendidikan, pekerjaan, dan peluang ekonomi lainnya dibatasi. Suara mereka dibungkam, aspirasi mereka diabaikan, dan potensi mereka terkubur dalam belenggu norma dan tradisi yang kaku.

Dampak budaya patriarki tak hanya merugikan perempuan, tetapi juga menghambat kemajuan bangsa. Setengah potensi manusia terbuang sia-sia, terbelenggu dalam sistem yang tak adil. Kreativitas dan talenta perempuan terkubur, menghambat inovasi dan kemajuan di berbagai bidang.

Di ranah politik, perempuan minim representasi. Kurangnya pemimpin perempuan berarti hilangnya perspektif dan pengalaman perempuan dalam pengambilan kebijakan. Di dunia kerja, kesenjangan gaji antara laki-laki dan perempuan masih lebar, mencerminkan diskriminasi yang sistematis.

Kekerasan terhadap perempuan menjadi konsekuensi mengerikan dari budaya patriarki. Perempuan rentan menjadi korban pelecehan, pemerkosaan, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya. Ketakutan dan rasa tidak aman menyelimuti kehidupan mereka, merenggut hak asasi dan kemerdekaan mereka.

Namun, di tengah kesuraman ini, secercah harapan mulai terlihat. Semakin banyak perempuan yang berani bangkit, menyuarakan hak-hak mereka, dan menuntut perubahan. Gerakan kesetaraan gender kian menguat, menantang norma-norma patriarki yang telah lama mengakar.

Upaya untuk menghapus budaya patriarki dan mencapai kesetaraan gender membutuhkan usaha kolektif dari berbagai pihak. Pendidikan tentang bahaya patriarki dan pentingnya kesetaraan gender menjadi kunci untuk mengubah pola pikir masyarakat. Kebijakan yang pro-gender dan pemberdayaan perempuan melalui akses pendidikan, pelatihan, dan peluang ekonomi juga tak kalah penting.

Peran laki-laki pun tak bisa diabaikan. Dukungan dan keterlibatan aktif laki-laki dalam gerakan kesetaraan gender sangatlah krusial. Pemahaman bahwa kesetaraan gender bukan hanya menguntungkan perempuan, tetapi juga laki-laki dan seluruh masyarakat, perlu terus digaungkan.

Perjalanan menuju kesetaraan gender masih panjang dan penuh rintangan. Namun, dengan tekad yang kuat, kolaborasi yang solid, dan semangat pantang menyerah, kita dapat membongkar belenggu patriarki dan membangun masyarakat yang adil dan inklusif, di mana semua orang, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline