Lihat ke Halaman Asli

Ketika Kode Etik Menjadi Permainan Bisnis

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KETIKA KODE ETIK MENJADI PERMAINAN BISNIS

oleh Siti Fatimah Nasution

Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan profesional tertulis secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi suatu profesi maka sebab itu setiap pekerjaan tentunya memiliki kebijakan dan keabsahan yang diakui dari setiap kelompok pekerja tersebut.

Fungsi dari kode etik profesi tentunya memiliki pengaruh besar dari aktivis keprofesionalan pekerja. Dimana mereka tentunya akan mengetahui mana yang pantas atau tidak untuk dikerjakan, sama halnya seperti kita memberikan kontrol sosial terhada kehidupan masyarakat. Seperti etika profesi yang lain, maka seorang jurnalis tentu harus memegang teguh terhadap ketentuan kode etik jurnalistik.

Kode etik jurnalistik menjadi pedoman dasar dan vital untuk seorang wartawan, jika ia akan menulis atau mempublikasikan beritanya. Maka dari itu tidak sembarangan wartawan bisa menyebarkan berita kepada masyarakat, jika mereka lupa hal ini dalam pencarian data, pengolahan data serta mempublikasikannya maka berarti ia lupa akan tanggung jawabnya sebagai penyampai informasi.

Masalah yang sering terjadi oleh para jurnalis ini adalah keakuratan berita, kita sekarang hidup di era media. Masyarakat modern saat ini adalah masyarakat yang sibuk atau tidak memiliki banyak waktu luang maka tak sempat lagi mereka untuk sekedar membaca koran atau menonton televisi di rumah.

Maka sebab itu kini banyak bermunculan gadget-gadget yang cangih hadir untuk memanjakan dan memenuhi keinginan masyarakat akan pemenuhan kebutuhan akan informasi. Dengan hal itu mereka akan lebih mudah mencari atau mengakses berita atau informasi yang sedang banyak diperbincangkan, dan karena itulah muncul media massa baru yang sering kita sebut dunia online. Kemudahan dan kecepatan akses adalah salah satu kekuatan jenis media baru ini.

Kita dapat mencari berita dalam hitungan detik, setiap berita kini hadir dengan waktu yang sangat cepat berbeda halnya dengan media televisi ataupun surat kabar. Jika ingin mendapatkan berita yang sangat cepat tidak bisa kita mengandalkan surat kabar, karena mereka baru akan membahas dikeesokan harinya. Televisi mungkin sedikit lebih beruntung dibanding media cetak karena kalaupun ada informasi terbaru mereka bisa menyiarkannya dalam breaking news.

Tapi hal inilah yang masih menjadi pro kontra terhadap keakuratan sebuah berita media online, demi menjadi penyebar informasi yang pertama kadang kala wartawan harus melupakan kelengkapan dan kebenaran berita tersebut demi bagaimana berita mereka hadir lebih dulu kepada masyarakat.. Padahal menurut pengertian seputar berita, bahwa berita layak dipublikasikan jika memiliki keakuratan, lengkap , adil dan berimbang.

Hal lain yang mengeser betapa pentingnya kode etik jurnalistik bagi para profesional ini adalah dunia televisi. Televisi merupakan media yang paling banyak dipilih oleh masyarakat. Karena penyampaian berita dengan audio visual menjadi daya tarik lebih selain kita bisa mendapatkan informasi secara nyata kita juga bisa melihat bagaimana kejadian sebenarnya yang ada diberita tersebut. Maka hal inilah yang menjadi kekuatan bagi media televisi.

Media tidak hanya memiliki fungsi sebagai pemberi informasi namun media juga memiliki fungsi sebagai hiburan, setelah lelah bekerja seharian tentu anda dan keluarga membutuhkan sebuah waktu luang untuk dapat menghilangkan kepenatan setelah beraktifitas seharian ini. Maka pilihan yang tepat adalah duduk bersantai sambil menonton acara yang anda sukai ditelevisi.

Sama halnya seperti yang terjadi pada fungsi berita yang telah melenceng sedikit kearah yang tidak selayaknya dijadikan penilaian suatu berita. Maka di dunia televisi pun memiliki penyimpangan bagaimana kode etik profesi harus menjadi pilihan nomor dua dibandingkan dengan komersialisme.

Masih ingatkah mengenai kasus yang menjerat tayangan silet beberapa waktu lalu ini adalah salah satu contoh kasus dari bagaimana pelangaran kode etik jurnalistik di televisi. Hal yang terjadi pada tayangan silet, dimana skrip yang dibacakan pembawa acara saat itu mengangkat komentar paranormal dalam kasus meletusnya gunung merapi. Komentar paranormal yang mengatakan gunung berapi akan meletus dalam skala besar merupakan spekulasi tidak terbukti, bisa dikategorikan sebagai berita bohong atau yang sering kita kenal sebagai berita hoax hal ini sempat membuat geger masyarakat yogya di tengah derita menghadai bencana. ( www.anneahira.com)

maka media silet telah melangar pasal 4 kode etik jurnalistik yang mengungkapkan bahwa wartawan  indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul. Untuk kasus ini tayngan acara silet telah dicabut enayangannya dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Itu hanya hal yang terjadi ada penanyangan infotainment, hal lain yang terjadi ada acara-acara hiburan sore hari dan menjelang malam.

Banyak hal lain lagi tentu yang menyimpang dalam kegiatan memegang teguh kode etik profesi jurnalis ini. Media tidak hanya harus memegang idealismenya sendiri namun media juga memerlukan ruang komersialnya untuk dapat meningkatkan kepemintan para penaruh iklan ditempat mereka.

Media juga harus bisa mengikuti apa yang pasar atau masyrakat inginkan. Tingkat ke idealisme seorang wartawan menjadi taruhannya. Bagaimana ia harus bekerja kepada media tersebut atau bagaimana cara ia memegang teguh tanggung jawabnya dengan terus menaati kode etik jurnalistiknya.

Tanpa komersial atau tanpa melakukan kegiatan bisnis maka media tersebut akan mati karena kalah dengan media-media lain yang dapat menarik perhatian lebih para mangsa pasar dan masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline