Lihat ke Halaman Asli

siti fatima

Mahasasiswi

Ratapan di Bawah Langit yang Retak

Diperbarui: 30 September 2024   19:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di bawah langit yang retak, aku berdiri,  
Menatap dunia yang perlahan mati.  
Jerit jiwa terperangkap dalam sunyi,  
Saat angin membawa kabar duka tak terperi.  

Dahulu langit biru menyapa lembut,  
Kini hanya debu dan kelam menggantung lurus.  
Di mana doa-doa terhenti di bibir yang beku,  
Di mana cinta tertinggal di jalan penuh batu.

Langit menangis, tapi hujannya racun,  
Mengubur harapan dalam bisu yang tak tersusun.  
Tangan-tangan kecil meraih cahaya,  
Namun gelap memeluk mereka tanpa sapa.

Ke mana perginya keadilan yang dijanjikan?  
Mengapa bumi menangis dalam keterasingan?  
Di bawah langit yang retak, kami hanya bayangan,  
Tanpa suara, tanpa tuan, hanya penantian.  

Apakah langit akan sembuh, atau terus terluka?  
Apakah kami akan bangkit, atau hilang dalam lupa?  
Ratapan ini memecah malam yang sunyi,  
Di bawah langit yang retak, kami menunggu abadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline